Tokofobia, Ketakutan Hamil dan Melahirkan Serta Cara Mengatasinya

Aulia Firafiroh - Jumat, 16 April 2021
selective focus on tester.Unwanted maternity pregnant asian girl with pregnancy test in hand.Asian lady concerned and unhappy with fertility test .
selective focus on tester.Unwanted maternity pregnant asian girl with pregnancy test in hand.Asian lady concerned and unhappy with fertility test . mkitina4

Parapuan.co - Kawan puan, apakah kamu pernah mendengar istilah Tokofobia?

Istilah Tokofobia memang masih asing di telinga masyarakat awam.

Tokofobia ialah suatu ketakutan dan kecemasan berlebih terhadap proses kehamilan dan persalinan.

Ada dua jenis Tokofobia menurut Industrial Psychiatry Journal yaitu primer dan sekunder.

Baca juga: Efek Trauma Bisa Memengaruhi Cara Otak Bekerja, Begini Kata Ahli

Tokofobia Primer adalah fobia hamil atau melahirkan yang terjadi pada perempuan yang belum pernah melahirkan sebelumnya.

Bagi mereka yang mengalami Tokofobia Primer, ketakutan melahirkan biasanya disebabkan oleh pengalaman traumatis di masa lalu seperti pernah diabaikan orangtua, megalami kekerasan seksual, menyaksikan orang terdekat melahirkan, mendengar cerita bagaimana sakitnya melahirkan, atau dalam pikirannya sudah tertancap bahwa hamil atau melahirkan itu menyakitkan.

Sedangkan, Tokofobia Sekunder adalah fobia hamil atau melahirkan yang dialami wanita yang pernah hamil atau melahirkan.

Baca juga: Stres Akibat Trauma Masa Lalu? 6 Cara Ini Bisa Membantumu Sembuhkan Luka Inner Child

Bagi mereka yang mengalami Tokofobia Sekunder, ketakutan hamil atau melahirkan biasanya disebabkan oleh pengalaman traumatis saat melalui proses persalinan sehingga takut untuk hamil lagi.

Melansir dari situs The Conversation, beberapa riset menunjukkan bahwa antara 2,5 persen dan 14 persen perempuan sedunia mengalami tokofobia.

Namun beberapa peneliti percaya angka sebenarnya bisa mencapai 22 persen.

Baca juga: Takut Untuk Jatuh Cinta Lagi? Ini Solusi Agar Kita Siap Membuka Hati

Dalam riset tersebut, jumlah perempuan yang mengalami Tokofobia bisa berubah-ubah karena banyak perempuan memiliki kadar tokofobia yang berbeda-beda.

Ada yang mengidap tokofobia ringan dan ada juga yang kondisinya parah.

Tokofobia dan kaitannya dengan depresi

Tokofobia bukanlah kejadian menyenangkan yang dialami perempuan.

Perempuan yang menderita tokofobia biasanya menderita kecemasan dan depresi dan masalah kesehatan mental lain.

Menurut riset yang dilansir The Conversation, beberapa perempuan yang mengidap tokofobia memilih menghindari kehamilan atau memilih aborsi jika hamil meski sebenarnya ingin memiliki anak.

Baca juga: Alami Gejala Depresi? Cobalah 5 Hal Ini untuk Membantumu Melewatinya

Para perempuan yang memilih untuk menghindari kehamilan, biasanya memiliki alasan tersendiri.

Sedangkan jika akhirnya hamil, perempuan yang mengidap tokofobia biasanya memilih untuk melakukan operasi caesar untuk menghindari proses persalinan.

Bagi beberapa perempuan, kehamilan itu menyusahkan dan penuh resiko seperti keberatan membawa badan dan muntah setiap saat.

Kecemasan, insomnia, kurang tidur, kelainan makan dan depresi prakelahiran atau meningkatnya risiko depresi pasca kelahiran semuanya dapat menjadi penyebab tokofobia.

Baca juga: Tak Seperti Pria yang Tunjukkan Kemarahan, Kenali 10 Tanda Depresi Pada Perempuan

Dampak Tokofobia juga dapat muncul pada saat proses persalinan.

Biasanya proses persalinan akan memakan waktu lebih banyak karena harus menggunakan epidural dan alat bantu kelahiran seperti forceps atau ventouse (alat sedot yang ditempelkan pada kepala bayi).

Kedua metode tersebut memiliki dampak tersendiri terhadap ibu dan bayinya.

Perempuan dengan tokofobia mungkin juga akan merasa ikatan batin antara dirinya dan bayinya kurang kuat.

Baca juga: Alasan Masuk Akal Depresi Banyak Terjadi pada Wanita, Ini Penyebabnya

Cara Mengatasi Tokofobia

  1. Hindari menyaksikan secara langsung proses persalinan, menonton video atau gambar-gambar yang menampilkan proses melahirkan.
    Karena tidak semua perempuan mampu menyaksikan proses persalinan.

  2. Meminta dukungan orang terdekat baik keluarga, pasangan atau sahabat.

  3. Memberikan afirmasi dan sugesti pada diri sendiri bahwa proses kehamilan dan persalinan tidak menyeramkan dan mampu dilewati.

  4. Mencari informasi-informasi positif mengenai kehamilan dan persalinan sebanyak mungkin.
    Dengan memiliki bekal pengetahuan yang positif, rasa takut mungkin bisa teratasi akan hamil atau melahirkan dapat berkurang.

  5. Berkonsultasi kepada dokter atau profesional untuk menceritakan masalah dan meminta saran atas masalah tersebut. (*)

Baca juga: Lebih Baik Lupa, Kenapa Trauma Masa Kecil Panjang Umur Hingga Dewasa?

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh

Selain Penurunan Berat Badan, Ini Gejala Lupus pada Anak yang Perlu Diwaspadai