Tak Lagi Mengejar Profit, Ini Etika Bisnis Baru Industri Fashion

Citra Narada Putri - Rabu, 21 April 2021
Ilustrasi perempuan sedang berbelanja pakaian bekas.
Ilustrasi perempuan sedang berbelanja pakaian bekas. wagnerokasaki

Parapuan.co – Semakin rusaknya lingkungan, semakin mengubah cara kita berbisnis. Tak terkecuali di industri fashion, yang menurut laporan McKinsey, turut bertanggung jawab menyebabkan emisi karbon sebanyak empat persen.

Dari sini kita bisa lihat bahwa modern kini, mendulang untung saja tidaklah cukup. Tahun 2020 lalu menjadi langkah awal industri fashion untuk menggerakkan bisnis yang lebih dari sekadar meraup profit, tapi juga harus dibuktikan dengan perbuatan yang baik.

Tentu saja hal ini tak mudah dilakukan, mengingat industri fashion erat kaitannya dengan glamorama dan konsumerisme. Konsep hidup yang kerap dianggap tak sejalan dengan pandangan hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Baca Juga: Mengenal Ethical Fashion Sebagai Kritikan Terhadap Fast Fashion

Namun, dunia berubah, maka model bisnis juga harus berubah. Membangun bisnis yang beretika jauh lebih penting daripada keuntungan yang menggiurkan.

Terlebih lagi saat ini, ketika makin banyak konsumen yang memiliki kesadaran yang tinggi pada lingkungan. Para pelaku usaha pun harus menyesuaikan standar etika mereka dengan perubahan perilaku konsumen tersebut.

“Sebagai bisnis, kita semua dilatih untuk menghasilkan keuntungan. Tapi kali ini, kita harus bisa mendapat untung sekaligus memiliki tujuan yang lebih besar,” papar Sunny Wu, pemilik OurCommonplace, sebuah situs yang menjual produk-produk berkelanjutan.

Seperti melansir dari Vogue Business, saat ini makin banyak merek-merek yang membuat klaim tentang aksi baik bisnis mereka.

Mulai dari donasi dan kemitraan amal, perlakuan yang adil terhadap pekerja, penggunaan air atau bahan kimia yang lebih sedikit hingga menggunakan material yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Ini 9 Gaya Emma Watson hingga Dinobatkan Jadi 'Queen of Ethical Dressing'

Gerakan-gerakan yang mendukung lingkungan serta sosial sebenarnya sudah dilakukan sejak setidaknya satu dekade terakhir. Namun kampanye ini menjadi lebih besar ketika memasuki era pandemi yang menciptakan generasi baru yang lebih aspiratif.

Jika biasanya masyarakat melihat barang mewah sebagai sebuah status, kini merek yang mengusung bisnis beretika menjadi status yang lebih ‘mahal’ di industri fashion.

Menurut Chloe Mendel dan Gustave Maisonrouge yang meluncurkan atelier bulu imitasi mewah bernama Maison Atia, komponen etika yang mengedepankan konsep berkelanjutan bisa menjadi tujuan bisnis dari merek-merek fashion saat ini.

Bukan tanpa sebab, karena kini pasar yang memedulikan keselamatan lingkungan sudah mulai terbentuk di masyarakat. Sehingga tak perlu khawatir akan kesulitan mencari ceruk pasar yang sejalan dengan tujuan bisnis mereka yang beretika.

Karena bisnis yang beretika adalah bentuk kenormalan yang baru. Di masa depan, pandangan seperti ini akan menjadi sebuah keharusan dalam membangun bisnis di industri fashion. (*)

Sumber: Vogue Business
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja