Faktor risiko duck syndrome
Faktor risiko duck syndrome ini cukup beragam dan sering mempengaruhi perilaku sehari-hari, antara lain:
- Aspek pengalaman kuliah, termasuk tinggal jauh dari keluarga untuk pertama kalinya, tuntutan akademik dan ekstrakurikuler, dan tekanan sosial yang berkaitan dengan kuliah.
- Tekanan dari media sosial, misalnya mencapai kesempurnaan tanpa usaha sebagai siswa karena sering menunjukkan kekayaan atau kebahagiaan saja.
- Aspek keluarga, kecenderungan menuntut, kompetitif, orangtua overprotektif, dan menjunjung tinggi nilai kesempurnaan. Sehingga, anak minim pengalaman kecewa, ulet, atau menerima tantangan dengan kekuatan mereka.
- Trauma, anak pernah menjadi korban pelecehan seksual, verbal, atau fisik. Ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kematian orang yang dicintai, masalah sekolah, atau bullying.
Anak-anak yang memiliki aktivitas fisik terbatas, kinerja sekolah yang buruk, atau kehilangan hubungan berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan mengembangkan duck syndrome.
Baca Juga: Waduh! Suka Menggigit Kuku Ternyata Berhubungan dengan Kondisi Psikologis, Loh
Mencegah duck syndrome
Kawan Puan, manajemen stres bagi penderita sindrom ini sangat penting, lo!
Jika kondisi kecemasan dan depresi kian tak tertahankan, kamu bisa mengunjungi layanan kesehatan mental adalah pilihan yang tepat.
Hal itu berguna untuk menjaga kewarasan, ketenangan batin, dan menemukan solusi yang sesuai.
Selain itu, dukungan akademis, termasuk konseling akademis merupakan cara potensial untuk mencegah perkembangan duck syndrome.(*)