Parapuan.co - Duck syndrome atau sindrom bebek ini bukan diagnosis kesehatan mental resmi lo, Kawan Puan!
Sindrom ini merupakan fenomena di mana anak sekolah atau mahasiswa yang terlihat sangat tenang pada tingkat yang dangkal.
Sementara itu, pada kenyataannya mereka dengan panik dan berusaha untuk memenuhi tuntutan dalam hidup mereka.
Baca Juga: Ketahui! Ini Penyebab Gangguan Kesehatan Mental yang Umum Terjadi
Duck syndrome sering kali menunjukkan bahwa orang yang mengalaminya menderita stres, depresi, panik, cemas, atau penyakit mental lainnya.
Melansir MedicineNet, faktor risiko untuk duck syndrome termasuk stres lingkungan kampus, ambisi pribadi dan orangtua yang menekankan prestasi, dan keluarga yang overprotektif.
Secara umum, depresi, kecemasan, dan penyakit mental itulah yang mempengaruhi seseorang mengembangkan duck syndrome.
Baca Juga: Aplikasi Kencan Online Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental, Ini Alasannya
Gejala duck syndrome
Gejala duck syndrome digambarkan tetap tenang ketika menghadapi suatu masalah atau gagal meraih prestasi.
Namun saat dia pulang ke rumah dan menyendiri di kamar langsung mengalami stres ekstrem hingga depresi.
Tuntutan besar yang dijadikan standar tidak bisa diraihnya, belum lagi beban dari keluarganya yang ditaruh pada pundaknya.
Sehingga, muncul perasaan bahwa semua orang bernasib lebih baik dan bahagia daripada dirinya sendiri.
Ia juga beranggapan bahwa orang lain lebih mengamati dengan cermat atau merancang situasi untuk menguji kinerja mereka.
Faktor risiko duck syndrome
Faktor risiko duck syndrome ini cukup beragam dan sering mempengaruhi perilaku sehari-hari, antara lain:
- Aspek pengalaman kuliah, termasuk tinggal jauh dari keluarga untuk pertama kalinya, tuntutan akademik dan ekstrakurikuler, dan tekanan sosial yang berkaitan dengan kuliah.
- Tekanan dari media sosial, misalnya mencapai kesempurnaan tanpa usaha sebagai siswa karena sering menunjukkan kekayaan atau kebahagiaan saja.
- Aspek keluarga, kecenderungan menuntut, kompetitif, orangtua overprotektif, dan menjunjung tinggi nilai kesempurnaan. Sehingga, anak minim pengalaman kecewa, ulet, atau menerima tantangan dengan kekuatan mereka.
- Trauma, anak pernah menjadi korban pelecehan seksual, verbal, atau fisik. Ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kematian orang yang dicintai, masalah sekolah, atau bullying.
Anak-anak yang memiliki aktivitas fisik terbatas, kinerja sekolah yang buruk, atau kehilangan hubungan berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan dan mengembangkan duck syndrome.
Baca Juga: Waduh! Suka Menggigit Kuku Ternyata Berhubungan dengan Kondisi Psikologis, Loh
Mencegah duck syndrome
Kawan Puan, manajemen stres bagi penderita sindrom ini sangat penting, lo!
Jika kondisi kecemasan dan depresi kian tak tertahankan, kamu bisa mengunjungi layanan kesehatan mental adalah pilihan yang tepat.
Hal itu berguna untuk menjaga kewarasan, ketenangan batin, dan menemukan solusi yang sesuai.
Selain itu, dukungan akademis, termasuk konseling akademis merupakan cara potensial untuk mencegah perkembangan duck syndrome.(*)