Parapuan.co - Kasus pelecehan seksual kembali terjadi kepada anak di bawah umur.
Namun, kali ini netizen dikejutkan dengan identitas korban yang adalah seorang laki-laki.
FU, remaja laki-laki berusia 16 tahun, mengaku diperkosa oleh seorang penyanyi dangdut, DP, yang berusia 28 tahun.
Kejadian tersebut terkuak setelah FU tidak pulang selama tiga hari dan ayahnya menanyakan alasan FU tidak pulang.
FU kemudian mengaku bahwa Ia dicekoki minuman keras sampai mabuk hingga dipaksa untuk melakukan hubungan suami istri oleh DP selama tiga hari berturut-turut, di tiga lokasi yang berbeda.
Melansir dari Kompas.com, FU dan DP pertama kali bertemu di sebuah acara pernikahan di Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Baca Juga: Lakukan Ini untuk Menghentikan Pelecehan Seksual saat Berkendara
Menurut Kasat Reskrim Polres Probolinggo Kota AKP Heri Sugiono, DP dan FU saling bertukar nomor telepon kemudian berkomunikasi.
DP mengajak FU bertemu dengan alibi untuk membicarakan pekerjaan, kemudian DP menyuruh FU untuk membeli minuman keras.
Perkosaan terjadi pada hari Minggu (11/4/2021).
Kejadian ini mengingatkan kita kembali bahwa pemerkosaan dapat terjadi kepada siapa saja, apa pun gendernya.
Di banyak negara, korban pemerkosaan yang adalah laki-laki tidak banyak disorot oleh media.
Laki-laki yang dipandang oleh konstruksi sosial lebih memiliki wewenang, banyak mengalami pelecehan seksual.
Namun, beberapa dari mereka memilih untuk memendam trauma tersebut.
Melansir dari Equalitycanada.com, sebuah jurnal penelitian menemukan bahwa 43% dari murid laki-laki di sekolah menengah dan mahasiswa perguruan tinggi melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan seksual.
95% dari partisipan juga mengatakan bahwa seorang kenalan perempuanlah pelakunya.
Studi juga mengatakan bahwa perempuan mungkin saja memperkosa laki-laki.
18% pria yang menjadi partisipan survei mengatakan bahwa perempuan menggunakan kekuatan fisiknya untuk mengajak mereka berhubungan seks di luar keinginan mereka.
Trauma yang dirasakan oleh korban laki-laki juga tidak banyak menjadi sorotan, padahal yang mereka rasakan pun sama beratnya dengan korban perempuan.
Melansir dari Kompas.com, korban pemerkosaan yang berjenis kelamin laki-laki seringkali merasa malu dan memandang dirinya rendah.
Stigma sosial bahwa laki-laki seharusnya lebih kuat dari perempuan membuat korban laki-laki menilai seharusnya mereka cukup kuat untuk melawan pelaku.
Beberapa laki-laki yang mengalami ereksi dan ejakulasi saat pemerkosaan terjadi merasa bahwa mereka tidak punya kontrol akan tubuh mereka sendiri.
Baca Juga: Heboh di Media Sosial Modus Pelecehan di Toilet Perempuan, Kenali Ini 5 Jenis Pelecehan Seksual
Respons fisiologis tersebut tidak menyiratkan bahwa korban menginginkan atau menikmati pemerkosaan tersebut.
Maka, korban laki-laki pun harus mendapat bantuan dari orang-orang terdekat dan profesional untuk membimbingnya dalam memproses kejadian tersebut.
Masyarakat juga harus belajar untuk tidak menghakimi korban laki-laki dan merendahkan mereka.
Pelecehan seksual bisa terjadi kepada siapa saja dan di mana saja, tidak ada fakta yang mengatakan bahwa hanya perempuan yang menjadi korban pemerkosaan.
Maka, kita harus membuka mata kita dan ulurkan tangan untuk para korban kekerasan seksual, apa pun gendernya. (*)