Tak hanya Divya, Sumeera Shrestha, direktur eksekutif organisasi perempuan Nepal untuk hak asasi manusia juga menentang tes ini.
Sumeera beranggapan bahwa tes keperawanan tersebut termasuk merendahkan para korban dan tidak manusiawi.
“Tes ini merendahkan dan tidak manusiawi. Bukan hanya tentang apakah pemerkosaan telah terjadi, tetapi ini seperti menguji keperawanan," kata Sumeera.
Melansir dari The Guardian, tes keperawanan yang dilakukan akan melibatkan seorang praktisi medis.
Baca Juga: Lembaga Riset Indonesia Indicator Rilis 10 Perempuan Berpengaruh di Twitter, Siapa Saja Mereka?
Praktisi medis tersebut akan melakukan tes keperawanan dengan memasukkan dua jari ke vagina korban.
Tes dilakukan dengan memasukkan dua jari ke dalam vagina korban pemerkosaan.
Tujuannya untuk menentukan apakah selaput dara rusak, serta untuk menguji kelemahan di vagina.
Jika selaput dara masih utuh dan tidak robek, maka tes akan menyatakan bahwa pemerkosaan tidak pernah terjadi.
Padahal, semua orang tahu bahwa pemerkosaan ataupun hubungan seksual tidak selalu merusak atau merobek selaput dara.