Anak dan Remaja Rentan Menjadi Korban Sexual Grooming, Mari Waspada!

Ericha Fernanda - Kamis, 6 Mei 2021
Ilustrasi seorang perempuan.
Ilustrasi seorang perempuan. freepik.com

Parapuan.co - Banyak kasus pelecehan seksual terhadap anak, pelecehan diawali dengan perawatan seksual (sexual grooming).

Sexual grooming sendiri merupakan proses persiapan di mana pelaku secara bertahap mendapatkan kepercayaan seseorang dengan maksud pelecehan seksual.

Korban biasanya masih tergolong anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang rentan.

Baca Juga: 6 Jenis Bullying yang Ada di Masyarakat, dari Verbal hingga Pelecehan Seksual

Dalam kasus ekstrem, pelaku dapat menggunakan ancaman dan kekerasan fisik untuk melakukan pelecehan seksual atau pelecehan terhadap seorang anak.

Namun, yang lebih umum adalah pendekatan halus yang dirancang untuk membangun hubungan yang lebih intens.

Melansir The American Bar Association (ABA), berikut ini pendekatan yang dilakukan pelaku untuk mewujudkan eksploitasi seksual terhadap anak-anak dan remaja:

Baca Juga: Waspada! Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat, Ini 9 Bentuknya

- Pelaku memiliki ketertarikan pada seorang anak.

- Pelaku sering memulai atau menciptakan kesempatan untuk menyendiri dengan seorang anak.

- Pelaku memberikan hak khusus kepada seorang anak, misalnya memberikan hadiah, uang, atau membiayai aktivitas tertentu.

- Pelaku memenuhi kepentingan anak tersebut, sehingga anak itu dapat memulai kontak dengan pelaku.

- Menggelitik dan berpura-pura tidak sengaja menyentuh alat kelamin anak.

- Meminta anak untuk mengawasi pelaku yang sedang buang air.

- Melakukan kegiatan yang melibatkan melepas pakaian, seperti pijat atau berenang.

Baca Juga: Kekerasan Seksual Tak Pandang Gender, Pria Remaja di Probolinggo Jadi Korban Pemerkosaan

- Melakukan permainan yang termasuk menyentuh alat kelamin.

- Menggoda seorang anak tentang perkembangan payudara dan alat kelamin.

- Menceritakan lelucon seksual eksplisit (tidak langsung) kepada anak.

- Menampilkan gambar seksual eksplisit kepada anak.

- Mengambil foto anak-anak dengan pakaian dalam, pakaian renang, atau pakaian yang menampakkan area tubuh tertentu.

Selain itu, pelaku dapat mengambil peran peduli, berteman dengan anak atau mengeksploitasi  posisi kepercayaan dan otoritas mereka untuk merawat anak atau orang tuanya.

Pelaku dengan sengaja memangun hubungan di sekitar anak atau mencari anak yang kurang diawasi oleh orang tuanya.

Ini meningkatkan kemungkinan bahwa waktu intim antara pelaku dengan anak itu akan lebih leluasa.

Baca Juga: Sexting dan 8 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online, Apa Itu?

Sexual grooming membuka seseorang untuk pelecehan fisik, seksual, dan emosional.

Karena grooming adalah proses bertahap, kebingungan antara kepercayaan, ketergantungan, dan pelecehan membuat korban tidak dapat memahami apa yang terjadi pada mereka.

Korban grooming sering mengalami kesulitan di masa depan.

Baca Juga: Komnas Perempuan Ungkap Alasan Kenapa Kita Menormalkan Pelecehan Seksual dari Konten TikTok, Ini Jawabannya!

Mereka sering mengalami kesulitan mempercayai diri mereka sendiri untuk membuat keputusan yang sehat dalam hubungan.

Selain itu, mereka kesulitan mempercayai orang lain untuk tidak menyakiti mereka.

Kawan Puan, mari kita lebih aware dengan perilaku yang tergolong sexual grooming ini!

Agar kelak kita tidak terjebak dan bisa bantu jika ada orang-orang terdekat yang mengalami. (*) 

Sumber: The American Bar Association (ABA)
Penulis:
Editor: Arintya