Stigma Keperawanan
Dalam beberapa budaya, jika seorang perempuan ditemukan sudah tidak perawaan saat belum menikah, mereka bisa dibunuh.
"Perempuan berada dalam pengawasan yang lebih tinggi dan mungkin mengalami konsekuensi yang merugikan mereka jika dianggap kehilangan keperawanan, mulai dari pengucilan hingga kekerasan fisik." ucap Sherria Ayuandini dari Universitas Amsterdam yang telah meneliti tes keperawanan.
Pengujian selaput dara adalah salah satu metode pengujian yang masih dilakukan dibanyak negara dan salah satu organisasi kesehatan sudah berkampanye untuk menghentikannya.
Dibeberapa lokasi tes ini dianggap penting bahkan sudah ditetapkan, namun tingkat akurat tes keperawanan masih dipertanyakan.
Baca Juga: Ingin Batasi Penggunaan Media Sosial? Lakukan 5 Langkah Awal Ini!
"Ada banyak penelitian yang meneliti selaput dara untuk menunjukkan riwayat penetrasi vagina dan menunjukan bahwa keakuratannya rendah." ucap Sherria.
"Gagasan bahwa selaput dara pecah setelah penetrasi juga sebagaian besar keliru, karena selaput dara fleksibel sehingga mungkin tidak mengalami trauma apa pun bahkan setelah penetrasi pertama." tambah Sherria.
Pembahasan mengenai keperawanan seorang perempuan merupakan hal yang sangat sensitif.
Kita tidak bisa menilai perempuan yang kehilangan keperawanannya buruk bahkan sebelum pernikahannya.
Keperawanan seorang perempuan juga tidak bisa diuji melalui selaput dara.
Pasalnya, kondisi selaput dara setiap perempuan berbeda-beda bahkan selaput dara dapat mengalami kerusakan tanpa proses penetrasi seperti kecelakaan dan olahraga.
Kawan Puan tak perlu khawatir dengan stigma keperawanan yang tertanam dipikiran masyarakat.
Keperawanan seseorang merupakan privasi masing-masing.
Tes keperawanan pun juga sudah dilarang oleh organisasi kesehatan dunia, WHO.
(*)