Paparan Bahan Kimia Selama Kehamilan Tingkatkan Risiko Depresi Pascapersalinan

Ericha Fernanda - Jumat, 7 Mei 2021
Ibu hamil.
Ibu hamil. freepik.com

 

Parapuan.co - Bagi sebagian perempuan hamil, menghindari pemakaian produk berbahan kimia mungkin memerlukan usaha yang ekstra.

Pasalnya, produk tersebut digunakan sebagai penunjang kebutuhan sehari-hari, bahkan pekerjaan utama.

Semakin banyak perempuan hamil yang terpapar bahan kimia umum yang mengganggu endokrin, semakin besar kemungkinan mereka mengembangkan depresi pasca persalinan.

Baca Juga: Apa Saja Batasan Berolahraga Selama Kehamilan? Begini Kata Ahli

Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon yang merupakan sinyal kimia yang dikeluarkan melalui aliran darah.

Melansir Insider, studi dalam Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism Endocrine Society di Oxford University menemukan bahan kimia yang disebut ftalat membuat plastik lebih fleksibel dan memperpanjang umur simpan wewangian.

Mereka ditemukan dalam produk kecantikan seperti cat kuku, aftershave (cairan setelah bercukur), shampo, parfum, mainan, pipa PVC, dan lantai vinyl.

Meskipun penelitian kecil ini belum membuktikan sebab akibat, masuk akal bahwa bahan kimia tersebut diketahui mempengaruhi hormon.

Paparan bahan kimia tersebut berperan dalam depresi pascapersalinan (PPD), yang juga dipengaruhi oleh perubahan hormonal setelah lahir.

“Jika bahan kimia ini dapat mempengaruhi kadar hormon prenatal dan depresi pascapersalinan, mengurangi paparan jenis ini bisa menjadi cara untuk mencegah depresi pascapersalinan,” kata penulis studi, Melanie Jacobson dari NYU Lounge Medical Center di New York.

Studi ini adalah yang pertama untuk melihat secara khusus bagaimana efek ftalat pada hormon dapat mempengaruhi risiko depresi pascapersalinan.

Penelitian dilakukan dengan mengikuti 139 perempuan selama kehamilan mereka dan empat bulan setelah melahirkan.

Selama kehamilan, para peserta mengisi kuesioner yang merinci faktor-faktor seperti riwayat kesehatan, perilaku kesehatan, dan gejala depresi mereka.

Para peneliti juga mengambil sampel urin dan darah perempuan tersebut untuk mengukur kadar bisphenol (jenis bahan kimia pengganggu endokrin lain yang ditemukan dalam plastik), ftalat, dan hormon seks mereka.

Kemudian, empat bulan setelah melahirkan, para peneliti menilai partisipan untuk PPD sembari mempertimbangkan masalah seperti kondisi sosial, hasil kelahiran, dan penggunaan antidepresan.

Baca Juga: Kram Hingga Kelelahan, Ini Gejala Awal Kehamilan yang Wajib Diketahui

Peneliti menemukan bahwa perempuan dengan tingkat ftalat yang lebih tinggi dalam urin mereka lebih mungkin memenuhi kriteria untuk PPD.

Namun, hanya 12 dari 139 perempuan yang diteliti, atau kurang dari 9%, yang memenuhi kriteria depresi pascapersalinan yang didiagnosis.

Sementara perkiraan prevalensinya secara nasional berkisar dari 10-25%.

Mereka dengan PPD cenderung lebih tua, lajang, dan mengalami gejala depresi selama kehamilan.

Peneliti juga menemukan bahwa paparan bahan kimia yang lebih tinggi dikaitkan dengan progesteron yang lebih rendah.

Itu mempengaruhi menstruasi dan perubahan suasana hati.

Temuan ini sejalan dengan hipotesis bahwa bahan kimia yang mengganggu endokrin mendorong pergeseran hormonal dan dapat mempengaruhi PPD.

Peneliti mengatakan, menghindari kemasan makanan, plastik, dan kosmetik selama kehamilan bisa menjadi cara yang lebih mudah untuk mengurangi risiko depresi pascapersalinan daripada mengubah kecenderungan genetik atau status sosial ekonominya.(*)

Baca Juga: Penting Buat Calon Ibu, Ini Penyebab Sakit Kepala Selama Kehamilan

Sumber: Insider
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami


REKOMENDASI HARI INI

8 Cara Mengelola Beban Kerja Saat Deadlines Menumpuk di Akhir Tahun