Gerak Perempuan dan Kompaks Kecam Tes Wawancara Pegawai KPK yang Dinilai Bias dan Diskriminatif

Aulia Firafiroh - Jumat, 7 Mei 2021
KPK
KPK

Selain itu, pihak Gerak Perempuan dan Kompaks juga menilai bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat tes wawancara sangat tidak etis untuk ditanyakan.

"Gerak Perempuan bersama Kompaks menilai bahwa proses tes peralihan tidak dilakukan secara profesional dan etis, terutama pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, seksis, dan diskriminatif. Proses profesional dan terhormat ini tercoreng dengan adanya orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap perempuan pegawai KPK yang menjadi peserta tes," tambahnya.

Atas kejadian yang terjadi, Gerak Perempuan dan Kompaks menuntut agar Presiden Joko Widodo membatalkan proses tes wawancara kepada pegawai KPK untuk peralihan jenjang ke ASN serta meminta Dewas KPK untuk memberi sanksi berat kepada Firli dkk yang dianggap ngawur.

Baca juga: Tak Bisa Pakai Hati, Lili Pintauli Siregar Harus Pakai Logika Selama Menjabat Sebagai Wakil Ketua KPK

Berikut tuntutan Gerak Perempuan dan Kompaks berdasarkan rilis pers:

  1. Kepada pimpinan KPK untuk membatalkan evaluasi yang dilakukan berdasarkan hasil tes ngawur semacam ini.
  2. Kepada Dewan Pengawas KPK memberikan sanksi berat kepada Ketua KPK dan pimpinan KPK yang membentuk peraturan Komisi KPK dan melakukan tes ini serta pihak-pihak yang menjalankan tes ini.
  3. Kepada semua pihak menjamin keamanan dan perlindungan identitas dari para peserta tes yang diharuskan menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak etis, seksis, rasis, dan diskriminatif.
  4. Kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan proses dan menganulir Tes Peralihan ASN tersebut yang terbukti melakukan pelecehan terhadap Pegawai KPK dan melampaui wewenang.
  5. Kepada Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang menerbitkan Keppres pengangkatan pimpinan KPK untuk menindak pimpinan KPK yang melakukan pelecehan terhadap pegawai KPK peserta tes melalui asesmen wawasan kebangsaan.
  6. Kepada pemerintah dan DPR untuk mencabut UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi karena pengesahan UU tersebut justru semakin menghancurkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
  7. Kepada pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh