PARAPUAN, pada tanggal 9 Mei 2021, berbincang-bincang secara daring bersama Siti Aminah dari Komnas Perempuan serta Kasandra Putranto, seorang psikolog dewasa, mengenai hal tersebut.
Menurut Siti Aminah, pekerjaan kerumahtanggaan atau perawatan keluarga (merawat anak, anggota keluarga yang sakit, atau lansia) sejatinya tidak berjenis kelamin. Semua gender bisa berpartisipasi dan berkontribusi.
Pekerjaan domestik atau kerumahtanggaan dilekatkan dengan kewajiban perempuan bahkan dinilai sebagai kodrat, karena perbedaan peran gender dalam struktur patriarki menempatkan perempuan di ranah domestik dan laki-laki di ranah publik.
Di ranah domestik perempuan bertanggung jawab terhadap pekerjaan kerumahtanggaan dan perawatan anggota keluarga.
Baca Juga: Duh, Suami Enggan Melakukan Pekerjaan Domestik? Ini Penyebabnya
Dampak dari pembagian peran ini adalah terjadinya berbagai bentuk ketidakadilan gender yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan beban kerja berlebih.
Banyak faktor yang mendorong terjadinya ketidaksetaraan gender dalam tugas domestik rumah tangga.
“Pembagian peran ini dibakukan dan diperkuat oleh keluarga, masyarakat, tafsir keagamaan, adat istiadat, sampai kebijakan negara.
“Misalnya penetapan suami adalah kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga,” ungkap Siti Aminah.
Sedangkan menurut psikolog Kasandra Putranto, penyebab terjadinya ketidaksetaraan gender dalam tugas domestik rumah tangga adalah faktor pendidikan dan norma sosial budaya yang masih dipegang teguh dan ditanamkan sejak dini.
Selain data mengenai pembagian peran dalam keluarga dalam hal pekerjaan domestik, data survei PARAPUAN pun menunjukkan sebagian besar suami dan istri sudah melakukan pembagian tugas domestik secara adil dan seimbang (51,08%).