Grup Perempuan, Pelecehan, dan Feminisme
Evelyn McDonnel mencontohkan grup band bernama The Runaways yang tidak bertahan lama di industri musik.
Grup yang eksis di akhir tahun 1970-an ini sempat ngetop lewat lagu Cherry Bomb (1976).
Evelyn menulis buku tentang The Runaways yang disebutnya telah menjadi korban pelecehan.
Hal ini boleh jadi tidak dialami boygroup atau grup band laki-laki yang juga sama-sama berkarier pada masa itu.
Bahkan, Evelyn mengatakan pihak media juga melecehkan The Runaways dalam ulasan mereka.
"Mereka diperlakukan mengerikan oleh pers, dan disebut 'bitches' dalam ulasan. Dituduh tidak bisa memainkan alat musik," kata Evelyn.
Menurutnya, hal itu membuat para anggota tidak ingin melanjutkan karier mereka sebagai grup.
Baca Juga: Member 2NE1 Bantah Rumor Comeback Grup Setelah 5 Tahun Bubar
Berbeda dari Evelyn, Sasha Geffen menilai alasan girlgroup rentan bubar ada kaitannya dengan feminisme.
Bahwa pada awal kemunculan grup perempuan dan kejayaannya pada 1990-an sempat membuat para penggemar bersemangat merayakan feminisme.
Akan tetapi tren berubah dalam 20 tahun, di mana pesan feminisme lebih diunggulkan dalam musik yang lebih individualis.
Artinya, pesan feminisme akan lebih terasa apabila disampaikan oleh penyanyi solo perempuan, bukan grup.
Dalam hal ini, bisa jadi penyanyi solo seperti Taylor Swift, Ariana Grande, Rihanna, dan lain-lain telah membuktikannya.
Ketiganya adalah penyanyi kelas dunia yang banyak meraih penghargaan musik, terlebih Taylor Swift.
Kalau memang demikian kenyataannya di industri musik, mungkinkah di dunia hiburan Kpop juga seperti itu?
Bagaimana menurut Kawan Puan? (*)