Parapuan.co - Salah satu sinetron Indonesia kembali panen kecaman karena menayangkan pemeran Zahra (LCF), seorang aktris yang berusia anak yaitu 15 tahun, sebagai karakter berusia 17 tahun yang menjadi istri ketiga dari laki-laki berumur 39 tahun.
Sinetron berjudul Suara Hati Istri: Zahra ini disiarkan secara nasional pada jam prime time di saluran TV swasta, Indosiar.
Apa alasan sinetron Zahra dikecam banyak pihak?
Baca Juga: Perlu Dihentikan, Sinetron Zahra Lakukan Beberapa Penyimpangan
Sinetron ini sarat akan konten sensitif bagi masyarakat Indonesia, termasuk poligami, kekerasan berbasis gender, child grooming, dan perkawinan anak.
Tayangan ini telah menuai kecaman dari banyak pihak termasuk warganet, aktivis, dan artis-artis tanah air untuk segera diberhentikan.
Sangat disayangkan, tak hanya sinetron Zahra yang menampilkan tayangan yang mendiskreditkan perempuan.
Ada juga tayangan lain yang sempat menampilkan inferioritas terhadap perempuan dan lagi-lagi lolos sensor di kancah pertelevisian Indonesia.
Sinetron yang dimaksud adalah Buku Harian Seorang Istri yang tayang di salah satu saluran TV swasta. Sinetron ini tayang sejak awal Januari 2021 lalu.
Sinetron tersebut bercerita tentang kehidupan rumah tangga antara Nana (Zoe Jackson) dan Dewa (Cinta Brian).
Dewa terpaksa menikahi Nana atas permintaan Wawan (Umar Lubis), ayah Nana, sebab Dewa tidak ingin dilaporkan ke polisi setelah telah menabrak Wawan.
Ternyata, rumah tangga Nana dan Dewa penuh tekanan dan siksaan akibat tidak ada rasa cinta dan perlakuan kasar Dewa terhadap Nana, terutama jika sedang tidak ada Farah (Dian Nitami), ibu Dewa, di antara keduanya.
Sementara itu, Dewa juga berselingkuh dengan Alya (Hana Saraswati) yang telah memiliki suami.
Tak cukup sampai di situ, sinetron ini juga menormalisasi nilai-nilai patriarki yang dominan di masyarakat.
Bahkan, Dewa menganggap dirinya memiliki kekuasaan secara status dan ekonomi.
Walaupun telah berstatus suami Nana, pernikahan yang dilatarbelakangi oleh keterpaksaan membuatnya merasa berhak untuk berlaku kasar dan manipulasi terhadap Nana.
Mendapat Teguran KPI Sampai Dua Kali
Melansir laman Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), KPI memutuskan memberi sanksi administratif teguran kedua kepada program siaran Buku Harian Seorang Istri, SCTV.
Program sinetron ini dinilai telah melakukan pengabaian dan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran kedua untuk program bersangkutan yang telah dilayangkan ke SCTV pada Jumat (19/3/2021).
Berdasarkan keterangan dalam surat teguran itu, pelanggaran ditemukan tim pemantauan KPI pada episode Buku Harian Seorang Istri tanggal 10 Maret 2021 pukul 19.25 WIB.
Baca Juga: Beberapa Kesalahan dalam Sinteron Zahra yang Pantas Dihentikan
Terdapat monolog batin seorang perempuan yang dinilai tidak layak untuk ditayangkan berkaitan dengan hubungan badan di luar nikah.
“..test pack udah ada dan sebentar lagi aku akan tahu kalau aku hamil atau tidak. Tapi gimana kalau aku hamil, apa aku harus minta pertanggungjawaban Dewa. Kenapa aku harus sebingung ini. Harusnya aku seneng kalau aku hamil bukannya aku akan lebih mudah untuk membawa Dewa kembali ke hidup aku.
Aku bisa minta jadi istri keduanya Dewa, dan Nana, mungkin Nana ngga akan keberatan karena Nana merasa sangat berhutang budi sama aku dan Nana pasti ngga akan tega dengan janin yang tak berdosa ini dan aku bisa dengan mudah mendapat jalan untuk membalas dendam ke Farah Buwana, walaupun aku harus mengandung darah daging dari perempuan iblis itu, perempuan yang sudah membikin mas Pras meninggal..”
Tayangan Remaja Tidak Layak Tonton
Tak berhenti sampai di situ, pantauan KPI juga menemukan pelanggaran lain pada tanggal 4 dan 8 Maret 2021 berupa adegan perkelahian antar beberapa orang yang terdapat aksi saling memukul dan menendang.
Muatan adegan perkelahian tersebut juga ditemukan dalam setiap episode sehingga dinilai tidak pantas untuk ditayangkan di klasifikasi R (13+).
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan monolog dan adegan tersebut dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan anak dalam seluruh aspek penyiaran.
Seharusnya, sinetron yang diberi klasifikasi R atau remaja harus sejalan dengan nilai-nilai yang pantas sekaligus aman bagi penonton dengan kategori tersebut.
"Hal ini mestinya menjadi perhatian lembaga penyiaran. Kami memperhatikan adegan kekerasan berupa perkelahian menjadi pola dalam sinetron ini. Perkelahian itu juga dihadirkan seolah menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan masalah," ujar Mulyo.
Standar Program Siaran KPI pada Pasal 37 Ayat (4) huruf a, ditegaskan jika program siaran klasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas terkait hubungan di luar nikah dan atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Sinetron Suara Hati Istri Dikecam, ini Respon Tak Terima Panji Saputra