Parapuan.co - Anak dan perempuan masih menjadi korban utama kasus kekerasan.
Kekerasan bisa terjadi di manapun dan kapanpun.
Bahkan kekerasan tidak memandang usia karena anak-anak juga bisa menjadi korban.
Kekerasan yang masih sering dialami oleh anak-anak adalah kekerasan fisik.
Bahkan saat orang tua sedang emosi dengan mudah mereka memberikan pukulan atau bahkan cacian pada anak sebagai bentuk luapan emosi.
Baca Juga: Sexting dan 8 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online, Apa Itu?
Berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI PPA) hingga 3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap anak.
Dari data tersebut, kekerasan seksual angkanya selalu mendominasi.
Ini menunjukkan jika kerja keras dan upaya pemerintah dalam melakukan penanganan kasus kekerasan terhadap anak secara utuh belum usai.
Melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 pemerintah berupaya melakukan manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap anak secara utuh dan terintegrasi, mulai dari pengaduan hingga pendampingan anak korban kekerasan.
Baca Juga: Begini Tanda-Tanda Pelecehan Emosional, Tanpa Sadar Sering Kamu Alami
Untuk menghadapi permasalahan kekerasan terhadap anak yang ada di tengah-tengah keluarga dan masyarakat, Nahar selaku Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA mengatakan perlu adanya perbaikan pada sistem pelaporan, pelayanan, pengaduan, serta menjadikan data pelaporan agar lebih akurat dan real time.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana pengaduan tersebut bisa direspon dan ditangani oleh berbagai stakeholder yang memiliki tugas untuk melindungi anak, baik dari aspek penegakan hukum dan pendampingan anak korban.
Oleh karenanya, mulai tahun ini KemenPPPA mengaktivasi layanan call center SAPA 129.
Per Mei 2021 terdapat 3.149 pengaduan anak yang diterima pelaporannya oleh call center SAPA 129.
Baca Juga: Alami Pelecehan Seksual? Ini Beberapa Hal yang Dapat Kamu Lakukan
“Layanan ini tidak hanya menyediakan layanan pengaduan melalui telepon, namun sudah terintegrasi dengan layanan lainnya. Syarat dan kriteria penanganan kasus yang ditangani tentunya dengan memerhatikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membatasi kewenangan layanan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota," jelas Nahar seperti yang dilansir dari website kemenpppa.go.id.
Ada 6 layanan yang diberikan, di antaranya pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban.
Saat ini KemenPPPA sendiri sedang menindak lanjuti kasus pelecehan seksual selama beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Bagaimana Toxic Femininity dan Masculinity Memicu Kekerasan? Ini Penjelasan Psikolog
Beberapa kasus tersebut di antaranya kasus orang yang mengaku sebagai Bruder yang diduga melakukan tindak pelecehan seksual terhadap anak-anak panti, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPPO) dan pelecehan seksual oleh anak Anggota DPRD Bekasi, dan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pendiri salah satu sekolah ternama di kota Batu, Malang, Jawa Timur.
"Kami juga telah menanggapi polemik tayangan sinetron Suara Hati Istri: Zahra. Hal ini merupakan pembelajaran bagi kita semua agar jangan melibatkan anak untuk hal-hal yang tidak layak, dan upaya pencegahan perkawinan anak agar bisa dilakukan sebaik-baiknya,” ujar Nahar.
KemenPPPA mengapresiasi seluruh pihak yang telah mengupayakan dan memperhatikan kepentingan terbaik anak dan perlindungan bagi anak.
Nahar juga berharap media massa dapat ikut berperan sebagai aktor perubahan sosial yang lebih baik bagi perempuan atau anak korban kekerasan.(*)