Parapuan.co – Ternyata, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada orang tua dan perubahan aktivitas yang biasa kita lakukan.
Pandemi juga membuat anak-anak memiliki perubahan dari kehidupaannya bahkan kesehatan mentalnya.
Masa pandemi membawa perubahan yang cukup derastis bagi kehidupan setiap orang.
Tak hanya bagi orang tua, namun anak-anak juga terdampak masalah ini.
Anak-anak mengalami banyak perubahan seperti harus melakukan sekolah secara daring, sulit bertemu teman, bahkan mereka juga harus membiasakan diri untuk tidak keluar rumah.
Baca Juga: Jelang Sekolah Tatap Muka Juli Mendatang, Ini Rekomendasi KPAI Mempersiapkan Mental Anak
Tak hanya itu, ternya pandemi ini juga mebawa dampak bagi keesehatan mental anak.
Anak menjadi lebih mudah marah, bahkan mereka juga sering berlaku seperti anak yang lebih muda dan tidak sesuai dengan usia mereka.
Seperti yang dilansir dari Theguardian.com, para ahli dari University of Bristol menemukan bahwa selama krisis Covid-19, mereka yang berusia delapan tahun telah menunjukkan perilaku seperti anak usia 2 tahun.
Padahal kesulitan mengontrol kondisi emosional seseorang anak biasa terjadi pada usia 2 tahun dan akan menurun saat mereka memasuki usia sekolah dasar.
Para peneliti mengatakan tekanan emosional yang dihadapi anak-anak selama masa lockdown dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius bahkan untuk waktu yang akan datang.
Rebecca Pearson, dosen senior dalam epidemiologi psikiatri di University of Bristol, mengatakan,
“Masalah emosional biasanya memuncak saat anak berusia dua tahun dan kemudian menurun selama masa kanak-kanak, tetapi selama pandemi, anak-anak yang lebih tua memiliki tingkat kesulitan emosional yang jauh lebih tinggi daripada anak-anak seusia mereka,” jelasnya.
Baca Juga: Tanda-Tanda Anak Bermental Kuat, Salah Satunya Mudah Beradaptasi
Temuan ini sejalan dengan pengalaman keluarga Caroline Melville dari Bristol.
“Suami saya tidak bekerja pada lockdown pertama selama lima minggu. Kami semua sangat menikmati saat berada di rumah,” jelas Caroline.
Namun, saat suaminya kembali bekerja dirinya mulai merasa kewalahan ketika hatus mengurus anaknga yang melakukan homeschooling.
Caroline mengatakan bahwa putrinya mulai berperilaku seolah-olah dia masih anak-anak.
Caroline juga mengatakan jika anaknya menjadi tidak ingin keluar rumah, kembali kesekolah juga hal yang tidak begitu mereka inginkan.(*)