Parapuan.co – Kekerasan seksual masih kerap terjadi di sekitar kita.
Tentunya perempuan masih menjadi korban utama dan orang yang paling dirugikan.
Kekerasan seksual tidak hanya dilakukan secara fisik namun juga bisa dilakukan secara verbal.
Kekerasan seksual secara verbal biasanya dilakukan dengan menghina, merendahkan atau bahkan mencemooh perempuan.
Banyak dampak yang dirasakan oleh perempuan saat mereka mengalami pelecehan seksual seperti adanya gangguan mental dan psikis.
Maka dari itu, menyuarakan kekerasan seksual adalah hal yang perlu dilakukan oleh korban.
Baca Juga: Begini Kronologi Pelecehan Seksual di KRL yang Hebohkan Media Sosial
Namun, meski mengalami pelecehan seksual masih banyak perempuan yang memilih bungkam.
Padahal saat mulai menyuarakan apa yang mereka alami sebenarnya ini merupakan ancaman maskulinitas bagi para laki-lali.
Saat perempuan mencoba menyuarakan kekerasan yang mereka alami, alih-alih mendapatkan dukungan, mereka sering kali disangkal dan disalahkan.
Hal ini menyebabkan korban kekerasan seksual merasa ragu untuk menyuarakan apa yang mereka alami dan tidak memiliki keberanian untuk melapor.
/photo/2021/06/12/img_20210612_111423jpg-20210612121537.jpg)
“Pembungkaman suara perempuan korban kekerasan seksual sama artinya menutup rapat kasus-kasus kekerasan seksual yang merendahkan harkat dan martabat perempuan,” tulis Komnas Perempuan di akun Twitter @komnasperempuan.
Ada beberapa hal yang membuat perempuan korban kekerasan enggan untuk menyuarakan apa yang mereka alami.
Alasan tersebut antara lain adalah:
- Tidak adanya dukungan
- Adanya trauma dan rasa malu
- Kurangnya peranturan akan kekerasan seksual
Baca Juga: Mengenai Istilah 'Turun Mesin' yang Dilontarkan Seorang Ulama, Begini Tanggapan Komnas Perempuan
- Penyangkalan pengalaman korban
- Proses peradilan yang menyulitkan korban
Menurut Danika Nurkalista, koordinator layanan psikologis di Yayasan Pulih seperti yang dilansir dari Kompas.com, mengatakan bahwa terdapat faktor psikoligis yang menyebabkan korban kekerasan seksual enggan untuk melapor.
"Ada pula faktor keluarga, lingkungan - seperti reaksi victim blaming, persekusi, pemberitaan media yang mengeksploitasi informasi pribadi, kecenderungan lingkungan untuk lebih membela pelaku," jelas Danika.
Pada dasarnya menyuarakan atas kekerasan seksual yang dialami bukanlah aib.
Namun, bersuara atas kekerasan seksual adalah usaha untul menjaga harkat kemanusiaan perempuan dan meneguhkan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
(*)