Enggan Bersuara, Ternyata Korban Pelecehan Seksual Rasakan Hal Ini

Saras Bening Sumunarsih - Minggu, 13 Juni 2021
Korban kekerasan dan pelecehan seksual
Korban kekerasan dan pelecehan seksual Pinterest

Parapuan.co – Kasus pelecehan seksual pada perempuan masih menjadi masalah yang perlu mendapatkan perhatian. 

Bagaimana tidak, The Equal Employment Opportunity Commission melaporkan ada 12.000 tuduhan pelecehan seksual setiap tahunnya, yang mana 83 persen pelapornya adalah perempuan.

Ironisnya, sudah menjadi korban pelecehan seksual, perempuan juga kerap enggan melaporkan kejadian yang menimpa dirinya. 

Lebih buruk lagi jika korban mengisolasi diri dan memilih bungkam dari pada menyuarakan apa yang mereka alami.

Melansir dari Psychologytoday.com, salah satu alasan yang menyebabkan korban pelecehan seksual enggan untuk menyuarakan apa yang mereka alami adalah karena rasa malu.

Baca Juga: Selain Posesif dan Boros, Ini 7 Hal yang Dapat Picu Timbulnya Konflik

 

Rasa malu adalah inti dari luka emosional yang dialami perempuan saat mereka dilecehkan secara seksual.

Seperti yang dinyatakan oleh pakar perasaan Gershen Kaufman dalam bukunya Shame: The Power of Caring, malu adalah reaksi alami saat adanya pelanggaran atau pelecehan.

"Faktanya, pelecehan adalah sesuatu yang memalukan dan tidak manusiawi,” tulis Gershen dalam bukunya.

Keadaan ini berlaku terutama untuk pelanggaran seksual. Korban merasa diserang dan dicemarkan, sekaligus mengalami penghinaan.

Ini menyebabkan korban memiliki ketidakberdayaan untuk melakukan apapun.

Rasa malu ini seringkali membuat korban menyalahkan diri sendiri atas perbuatan seksual yang dilakukan pelakunya.

Contohnya kasus Lee Corfman, perempuan yang melaporkan kepada Washington Post bahwa dia dilecehkan oleh Roy Moore ketika berusia 14 tahun dan merasa ia menjadi penyebab hal itu terjadi.

“Saya merasa bertanggung jawab (atas peristiwa tersebut). Saya pikir saya buruk,” jelas korban.

Memahami lebih banyak tentang emosi rasa malu dapat membantu menjelaskan mengapa perempuan menyalahkan diri mereka sendiri ketika dilecehkan.

Inilah juga yang menjadi alasan mengapa lebih banyak perempuan tidak melaporkan pelecehan seksual yang terjadi.

Ketika kita merasa malu, kita ingin bersembunyi dan membuat diri kita seolah-olah tidak terlihat.

Baca Juga: Cobalah, Ini Strategi Komunikasi untuk Atasi Pasangan yang Kurang Terbuka

Kebanyakan perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual merasa bahwa diri mereka cacat dan tidak bisa diterima oleh lingkungannya.

Mereka juga khawatir jika mereka menyurakan pelecehan yang dialami, mereka akan dikucilkan di lingkungan masyarakat atau bahkan menjadi bahan olok-olokan.

Rasa malu juga bisa membuat seseorang merasa terisolasi dan terpisah dari keramaian

Bahkan, dalam budaya primitif, korban pelecehan seksual diusir dari suku dan tempat tinggal ketika mereka melanggar aturan masyarakat.

Dipermalukan, terasa seperti diasingkan, dan bahkan tidak layak berada di sekitar orang lain.

Hal ini pun seharusnya menyadarkan kita, bahwa ketika perempuan menjadi korban pelecehan seksual, tak seharusnya kita bersikap menyudutkan mereka.

Justru, kita seharusnya memberikan dukungan dan transfer semangat agar korban berani melaporkan kejadian.(*)

Sumber: Psychologytoday
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri