Parapuan.co - Kawan Puan tahu, kalau perilaku bucin atau budak cinta ternyata salah satu tanda inner child terluka?
Perilaku bucin, dimana kita rela melakukan apa saja karena takut kehilangan pasangan yang kita sayang, menunjukkan bahwa kita melihat diri kita sebagai seseorang yang berharga sehingga takut ditinggalkan.
Kita berpikiran kalau seseorang ini pergi, maka tidak akan ada lagi yang mau menjadikan kita pacar atau pasangan.
Alhasil, kita pun bersikap bucin, melakukan segala hal untuk menjaga pasangan tetap di sisi kita.
Baca Juga: Hindari Financial Abuse, Ini Alasan Perempuan Tak Cukup Andalkan Nafkah Suami
Kondisi seperti ini pernah dialami oleh Nenden Anne, seorang Kawan Puan yang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan alat kesehatan.
Ia pernah terjebak dalam hubungan toksik dengan mantan suaminya karena sikap bucinnya di awal hubungan.
Nenden rela memberikan waktu, pikiran, tenaga, bahkan tabungannya, untuk membahagiakan mantan suaminya.
Namun sang mantan suami justru memanfaatkan uang Nenden untuk pencitraan di media sosial.
Sang mantan suami pun tega berselingkuh dengan lebih dari satu perempuan.
Mantan suami Nenden itu juga seorang yang manipulatif. Ia menyalahkan Nenden atas perselingkuhannya.
Beruntung, Nenden tersadar akan sifat toksik sang mantan suami dan memutuskan untuk berpisah.
Ia tidak ingin terjebak hubungan toksik yang membuatnya berubah jadi Nenden yang tidak ia kenal.
Saat ia menceritakan kisah ini kepada sahabatnya, sang sahabat menyarankan Nenden untuk meminta bantuan profesional.
Sahabatnya menyarankan Nenden untuk ke psikolog demi mencari tahu mengapa dirinya yang sukses di karier justru selalu terjebak hubungan toksik dan bucin dengan laki-laki.
"Saat itu aku nggak tahu kenapa dalam hal karier dan pekerjaan bisa sukses, namun dalam hal menganalisis sifat dan karakter laki-laki selalu gagal," cerita Nenden kepada PARAPUAN.
"Pada akhirnya saat sudah ke psikolog, ditemukanlah pemantik atau penyebab kenapa aku bisa bucin dan terjebak dalam hubungan toksik. Ternyata itu ada hubungannya ke inner child, trauma masa kecil," cerita Nenden lebih lanjut.
Trauma itu terjadi saat dirinya remaja, dimana ia mulai menyukai laki-laki, namun merasa kalau dirinya tidak 'cukup' untuk bersaing dengan teman perempuan lain yang lebih 'cantik'.
Tubuhnya gemuk, kulitnya gelap, kucel, dan punya jerawat di wajah. Alhasil Nenden takut ketika harus bersaing dengan perempuan lain yang kata standar lebih 'cantik' untuk mendapatkan laki-laki yang ia sayangi.
Baca Juga: Penjelasan Ilmiah Tentang Perilaku Bucin Karena Jatuh Cinta, Kenapa?
Lalu ketika ada seseorang yang menyukai Nenden, ia pun berpikiran bahwa sebuah keajaiban ada laki-laki yang suka padanya.
Di sisi lain, kehadiran laki-laki yang menyukai Nenden, memantik ketakutan dan insecurity dalam dirinya.
"Waktu itu ketakutan terbesar adalah kalau putus, ada lagi nggak ya, yang suka sama aku. Aku takut kalau putus maka tidak ada lagi laki-laki yang suka.
"Alhasil aku bucin, seluruh tenaga, perasaan, pikiran, bahkan keuangan dikasih. Dan ini berlanjut sampai menikah. Aku takut banget kalau sampai cerai bagaimana?" ujar Nenden.
Psikolog yang didatangi Nenden pun menyampaikan bahwa ketakutan dan trauma masa remajanya itu menjadi pemantik ia bucin.
Lalu dari bucin itu, Nenden menjadi sering terjebak dalam hubungan toksik dengan laki-laki.
"Pada akhirnya, psikolog memberikan terapi dan sugesti. Psikolog meminta aku untuk 'Coba biasakan setiap bangun tidur itu ngaca, evaluasi diri sendiri, dan lihat values yang dimiliki.
"Dari situ aku sadar bahwa aku sebagai perempuan itu berharga dan punya value."
Nenden pun mengungkap bahwa dengan terapi sugesti yang direkomendasikan oleh psikolog ia lebih mencintai dan menerima dirinya sendiri. Tidak lagi bucin karena merasa dirinya buruk atau kurang.
"Sekarang ini aku memang janda, terus kenapa? Toh aku punya karier yang bagus, finansial cukup, teman dan sahabat dekat ada, hubungan profesional dengan rekan kantor pun baik.
"Masalah jerawat, aku bisa pakai perawatan. Aku juga olahraga buat jaga kesehatan tubuh. Aku pun sadar bahwa aku pun punya value," terang Nenden kepada PARAPUAN.
Baca Juga: Bagaikan Mengupas Bawang Merah, Begitulah Proses Pemulihan Inner Child Terluka
Senada dengan yang Nenden lakukan pada diri sendiri untuk mengobati trauma masa lalu, Anastasia Satriyo, sebagai psikolog anak, memberikan tips untuk kita bisa menyembuhkan inner child yang terluka agar tidak bucin atau terjebak hubungan toksik.
“Melatih berkata-berkata baik dan menjadi teman terbaik diri kita, sehingga penting banget berlatih melakukan inner talk habit yang positif dengan diri sendiri dulu.
"Sebelum berharap mendapatkan penerimaan dan kata-kata yang baik dari orang di hidup kita, terutama pasangan dan anak,” lanjut Anastasia.
Dari latihan bicara dengan diri sendiri, kita nanti akan menemukan hal-hal tentang diri kita yang selama ini kamu jarang sadari.
Mulai dari emosi dan perasaan yang muncul, kemudian belajar memahami bagaimana itu semua bisa muncul.
“Nggak kenal diri kita yang di dalam makanya susah sayang sama diri sendiri. Makin kenal sama diri yang di dalam, belajar mengenali dan menamai perasaan dan emosi yang muncul, belajar memenuhi kebutuhan emosi kita dulu dengan cara-cara self-care emosi.
Bisa olahraga, makan yang sehat, latihan napas, kualitas tidur dan istirahat yang cukup akan membuat kita makin sayang sama diri,” ujar Anastasia. (*)
Baca Juga: Mengenal Tanda Inner Child Terluka, Salah Satunya Rentan Terjebak Hubungan Toksik
(*)