“Hanya 77 persen anak-anak pengungsi usia sekolah dasar yang memiliki akses ke pendidikan. Karena Covid-19, semakin sedikit anak-anak pengungsi yang bersekolah.
"Hal ini membuat anak perempuan terutama lebih rentan terhadap pernikahan dini, diskriminasi, dan eksploitasi.
"Saya merasa sangat beruntung dapat meningkatkan kesadaran tentang masalah ini melalui posisi saya di UNHCR.
"Saya membagi cerita saya sebagai seorang pengungsi yang telah diberi kesempatan kedua dan berhasil mengejar mimpinya.
"Saya ingin menunjukkan kepada para pengungsi lainnya, pengungsi berhasil dengan tekad dan bantuan komunitas baru mereka,” kata Maya.
Baca Juga: Kolaborasi Dua Sahabat dengan Mendaur Ulang Sampah Menjadi Batu Bata!
Selain memperjuangkan akses pendidikan dan lapangan kerja bagi para pengungsi, Maya juga ingin menghilangkan stereotip negatif mengenai para pengungsi.
"Didiklah dirimu sendiri dan komunitas, semakin kamu tahu tentang kisah nyata para pengungsi, semakin baik. Jangan cap kami dengan stereotip tertentu.
"Ada begitu banyak sumber daya di situs web UNHCR dan saluran sosial dengan informasi yang valid dan cara kamu dapat membantu, tergantung di bagian dunia mana kamu berada.
"Organisasi ini memainkan peran penting dalam memastikan pengungsi memiliki kehidupan yang layak mereka dapatkan, kehidupan normal. Tindakan kebaikan kecil dapat membuat perbedaan besar,” jelas Maya. (*)