Perempuan Kini Tidak Lagi Lemah Memperjuangkan Hak dalam Rumah Tangga

Dinia Adrianjara - Senin, 21 Juni 2021
Ilustrasi perempuan yang kini lebih berani memperjuangkan hak dalam rumah tangga.
Ilustrasi perempuan yang kini lebih berani memperjuangkan hak dalam rumah tangga. kohei_hara

Parapuan.co - Perempuan dan mimpinya adalah cerita panjang yang terjadi dari masa ke masa, termasuk di Indonesia.

Sejak dulu bahkan sampai sekarang, perempuan masih terus berjuang untuk punya posisi setara dengan laki-laki, punya suara yang didengar, mendapatkan haknya, dan diakui keberadaannya.

Sosok Kartini di Indonesia adalah salah satu simbol perjuangan perempuan untuk mewujudkan mimpinya.

Seperti Kawan Puan tahu, perempuan kerap kali harus dihadapkan dengan sejumlah pertanyaan dan tuntutan dari lingkungan, apalagi saat memasuki usia pernikahan.

Baca Juga: Survei PARAPUAN Membuktikan Perempuan Indonesia Kini Berani Memilih Bekerja atau Tidak

Bagi kamu yang berusia sekitar 25 tahun ke atas, pertanyaan seperti 'kapan menikah?' rasanya menjadi sesuatu yang wajar dipertanyakan.

Tak berhenti sampai di situ, saat sudah menikah pun, perempuan masih terus dikejar-kejar dengan tuntutan sosial atas pilihannya sendiri.

Misalnya saja pilihan untuk memilih anak atau tidak, bekerja atau tidak bekerja, ingin menambah anak di usia berapa, dan hal-hal lain yang seharusnya tak menjadi konsumsi publik.

Hal ini pun ditambah dengan budaya patriarki yang mengakar di Indonesia, yang semakin menyudutkan perempuan untuk berani menyuarakan haknya dalam pernikahan.

Hak bersuara itu seperti soal bersedia atau tidak dalam berhubungan badan dengan pasangan, penentuan jumlah anak, dan penggunaan kontrasepsi.

Baca Juga: Catat, Ini Rekomendasi Warna Cat Rumah untuk Perempuan Pengembara dan Pengelola

Perjuangan perempuan untuk menyuarakan hak dalam perkawinan ini tak hanya terjadi sekarang, namun sudah berlangsung dari masa ke masa.

Pingitan, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, serta hilangnya kemampuan perempuan untuk menentukan hak dan menyuarakan keinginan, menjadi isu dari waktu ke waktu.

Belum lagi jika ditambahkan dengan budaya di lingkungan, atau mungkin kepercayaan orang tua secara turun-temurun, yang membuat perempuan sulit terlepas dari 'jeratan' tersebut.

Namun ternyata, kini perempuan sudah semakin berani untuk menyuarakan keinginannya dalam hal relasi rumah tangga.

Baca Juga: Jika Sedih, Ini Cara Menghibur Diri Sendiri Perempuan Tipe Pengabdi

Fakta ini dibuktikan melalui survei daring dan hasil riset yang dilakukan oleh tim PARAPUAN, selama bulan Januari hingga Maret 2021, terhadap 1.218 audiens.

Dari survei tersebut didapatkan bahwa mayoritas responden setuju perempuan punya hak dan tidak lagi lemah untuk memperjuangkan hak dalam rumah tangga.

Mereka setuju perempuan berhak untuk menyatakan bersedia atau menolak berhubungan badan, menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan, dan bersuara soal penggunaan kontrasepsi.

Hasil riset ini membuktikan perempuan kini lebih mampu menempatkan diri setara dengan laki-laki, dalam relasi perkawinan.

Survei dan riset dengan judul Perempuan Indonesia, Ambil Alih Kembali Kendali Mimpimu ini menunjukkan sekitar 45,5% responden menyatakan setuju perempuan bebas menentukan jumlah anak yang diinginkan.

Sementara itu, 58,4 persen responden juga setuju perempuan bebas untuk memilih menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi untuk diri sendiri, dan hanya 4,7 persen di antaranya yang kurang setuju.

Sebanyak 40.9 persen responden sangat tidak setuju bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah aib keluarga yang harus ditutupi dan 62,2 persen responden sangat tidak setuju KDRT, baik itu fisik maupun perkataan, adalah hal yang tidak wajib dilaporkan.

Baca Juga: Tips Jitu Perempuan Tipe Pengabdi & Pengampu Ajak Pacar Nabung Biaya Nikah

Hasil survei juga mengungkap lebih dari 70% responden sangat tidak setuju jika dimadu atau dipoligami oleh pasangannya.

Kawan Puan, ini artinya kini perempuan lebih berani mengungkap ketidakadilan di dalam rumah tangga, seperti praktik kekerasan baik itu fisik maupun batin.

Perempuan kini semakin berani untuk melaporkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan menentang poligami yang melemahkan kedudukannya di dalam perkawinan.

(*)