Parapuan.co - Kawan Puan, mungkin sudah tidak asing dengan kata herd stupidity yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan di media sosial.
Kata herd stupidity dipopulerkan oleh epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono.
Pria ini mengaku geram melihat kondisi pandemi COVID 19 di Indonesia yang tidak kondusif karena banyak masyarakat yang abai terhadap penerapan protokol kesehatan.
Hal tersebut ia sampaikan melalui akun twitter miliknya, @drpriono1.
Baca juga: Benarkah Herd Immunity Tanda Berakhirnya Pandemi? Ini Kata Epidemiolog
"Indonesia sudah lama dalam kondisi "Herd Stupidity". Perilaku Manusianya yg dorong replikasi virus, memperbanyak diri dan berubah menjadi lebih mudah menular. Manusia yg mendapat amanah jadi pejabat dan manusia-manusia lain yg tidak berperilaku 5M & enggan divaksinasi," tulisnya pada Minggu (20/6/2021).
Istilah herd stupidity yang mirip dengan herd immunity ini kemudian menjadi populer.
Menurut Dicky Chresthover Pelupessy, Ph.D., Psikolog Sosial Universitas Indonesia yang dikutip dari laman kompas.com mengatakan istilah herd stupidity memang merupakan pelesetan dari herd immunity.
Dilansir dari PARAPUAN, herd immunity atau kekebalan kawanan adalah sebagian populasi menjadi kebal terhadap penyakit menular, sehingga secara tidak langsung memberikan perlindungan kepada mereka yang tidak kebal.
Dengan adanya vaksin, herd immunity diharapkan mampu tercipta. Namun malah herd stupidity yang ada, hingga menciptakan lonjakan kasus COVID 19 di Indonesia.
Bagi Dicky, kalimat tersebut sudah lama populer, hanya baru terekspos saja saat ini.
Kalimat Herd stupidity sendiri digunakan untuk menggambarkan sikap tidak bijaksana masyarakat dalam menghadapi pandemi sehingga menyebabkan fase kritis dengan kenaikan kasus.
Sikap tersebut ditunjukan dengan cara tidak percaya akan adanya Covid-19, abai terhadap prokes seperti tidak masker, dan tidak mau melakukan vaksinasi.
Dicky mengatakan bahwa kesalahan bukan merupakan kesalahan individu, namun kesalahan bersama.
Baca juga: Kenali 13 Gejala Covid-19 yang Umum Dialami Anak Menurut CDC
"Kesalahan bersama, bukan cuma terjadi karena warga atau karena banyak yang tidak percaya Corona, vaksin atau lainnya," ujar Dicky dikutip dari wawancaranya dengan Kompas.com pada Selasa (22/06/2021).
Diketahui ada banyak faktor yang masyarakat melakukan tindakan kurang bijak tersebut seperti bosan dengan pandemi, lelah dengan peraturan pemerintah yang tidak jelas, hingga berakhir mengabaikan apa yang terjadi.
Menurut Dicky, kondisi lonjakan kasus COVID 19 saat ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang pada masa mudik Lebaran terus berubah-ubah serta ada izin boleh berwisata dengan sejumlah catatan.
Hal ini kemudian membuat masyarakat lelah dengan inkonsistensi pemerintah hingga menciptakan lonjakan kasus diatas 2 juta lebih. (*)