Tak Hanya Suami, Menyampaikan Impian pada Orang Tua juga Perlu Dilakukan

Saras Bening Sumunarsih - Rabu, 23 Juni 2021
Menyampaikan mimpi pada orang tua
Menyampaikan mimpi pada orang tua Kang Iwan

Parapuan.co – Mengomunikasikan impian seorang perempuan untuk kembali bekerja setelah menikah adalah hal yang perlu dilakukan.

Meski pada prosesnya, sejumlah tantangan akan ditemui perempuan yang ingin meraih mimpi, entah itu kembali bekerja atau melanjutkan studi.

Berkaitan dengan meraih mimpi setelah menikah, PARAPUAN melakukan riset dengan tema “Perempuan Indonesia, Ambil Alih Kendali Mimpimu”.

Riset yang melibatkan 1.218 responden ini menunjukkan sebanyak 42,9% perempuan sangat setuju dan 41,8% perempuan setuju jika perempuan bebas menentukan untuk bekerja atau tidak bekerja.

Namun, masih banyak pertanyaan apakah perempuan yang sudah menikah hanya perlu mengkomunikasikan impiannya dengan pasangan?

Perlukah mereka mengatakan tentang mimpinya pada orang tuanya juga?

Baca Juga: Cara Komunikasi yang Tepat dengan Suami saat Kawan Puan ingin Kembali Bekerja

Mengenai hal ini PARAPUAN telah menghubungi Ajeng Patria Meilisa, M.Si, seorang akademisi ilmu komunikasi, praktisi dan pemerhati komunikasi digital keluarga.

Menurut Ajeng, meski sudah menikah perempuan juga perlu menyampaikan keinginannya kembali bekerja pada orang tua mereka.

Ini juga merupakan bentuk rasa hormat anak pada orang tua.

“Perlu dong, karena sebagai salah satu bentuk menghormati orang tua. Orang tua pasti bangga kalau anaknya berkarya. Dan yang paling penting doa dari orang tua,” jelas Ajeng.

Ajeng juga menambahkan bahwa meskipun telah menikah, orang tua tentu masih memiliki peranan untuk anaknya.

“Menikah itu kan bukan berarti harus mengurangi peran dan perhatian orang tua terhadap anaknya,” tambah Ajeng.

Meski mengomunikasikan keinginan untuk kembali bekerja setelah menikah dengan orang tua adalah hal yang perlu, tetapi kadang perempuan harus menghadapi pola pikir orang tua yang berbeda.

Perbedaan pola pikir tersebut biasanya antara orang tua yang hidup di kota dengan pemikiran lebih maju dan orang tua yang hidup di desa dengan pemikiran konvensional.

“Kalau konvensional terbiasa dengan pemikiran tradisional ya. Istri kalau sudah menikah harus sendiko dawuh (nurut) bahasa jawanya ke suami. Kalau kerja urusan suami, kalau istri urusan rumah ya masak, ngurus anak, beberes. Sehingga anak pun cenderung mengikuti gaya hidup orang tua dikarenakan pembiasaan dan gaya hidup di lingkungan sekitar,” jelas Ajeng.

Sedangkan orang tua yang hidup di kota tentu pola pikirnya berbeda, karena lingkungan dan juga informasi bisa mudah didapat melalui internet.

Baca Juga: Menikah Bukan Halangan Perempuan untuk Raih Pendidikan yang Lebih Tinggi

“Orang tua modern pemikirannya cenderung perempuan itu harus maju, makanya banyak ibu-ibu muda jaman sekarang menyekolahkan anaknya di tempat yang bagus-bagus dengan harapan dia bisa mengisi kanvas hidupnya dengan hal-hal yang bisa memajukan hidupnya, bukan sendiko dawuh (nurut) lagi,” terangnya.

Walapun ada perbedaan dalam pola pikir, kemungkinan perubahan pola pikir orang tua konvensional bisa terjadi.

Adanya dunia digital saat ini dapat membantu seseorang untuk mendapatkan informasi secara terbuka.

“Semua informasi, berita bisa diakses oleh siapa saja, informasi yang didapat bisa membuka pikiran yang konvensional. Seperti pemikiran anak laki-laki warna biru, anak perempuan warna pink itu semua bisa ditepis dengan pembaharuan keilmuan,” tutup Ajeng.

Kawan Puan, semoga kamu yang tengah berusaha meraih mimpi setelah menikah tidak terlewat mengomunikasikan hal ini pada orang tua ya! (*)

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Arintya


REKOMENDASI HARI INI

Komnas Perempuan Buka Lowongan Kerja Staf Unit Pengaduan, Ini Syaratnya