Parapuan.co - Kawan Puan, kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual kembali terjadi di Indonesia.
Viral dan menjadi sorotan masyarakat di media sosial, kasus pemerkosaan terjadi kepada anak di bawah umur.
Terlebih, pemerkosaan tersebut diduga dilakukan oleh anggota polisi di Halmahera Barat, Maluku Utara.
Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Maluku Utara tengah menyelidiki kasus dugaan pemerkosaan tersebut.
"Propam Polda sedang lakukan penyelidikan," ungkap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, dikutip dari Kompas.com.
Pelaku merupakan seorang anggota polisi berpangkat brigadir satu dengan inisial II, sedangkan korbannya ialah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun.
Kasus ini meresahkan masyarakat dan berbagai pihak ya, Kawan Puan. Di tempat yang seharusnya aman dari kejahatan, justru terjadi kejahatan berupa pemerkosaan.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati yang resah dengan maraknya kasus pemerkosaan mendorong agar pemerintah dan DPR segera melakukan perbaikan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"KUHAP harus segera diubah untuk memperkuat pengawasan dan kontrol atas kewenangan polisi, termasuk menghapuskan tempat-tempat penahanan di kantor-kantor polisi," ungkap Maidina kepada Kompas.com.
Maidina melihat polisi sebagai lembaga yang memiliki wewenang sangat besar dengan pengawasan yang minim.
Baca Juga: Temuan Baru KPAI dan Komnas PA Soal Dugaan Kekerasan Seksual di SMA SPI Kota Batu
Pengawasan yang minim ini menyebabkan banyak tindak ketidakadilan yang terjadi di lembaga kepolisian.
Maidina mendesak pemerintah, DPR, serta lembaga independen seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan audit kepada kewenangan besar kepolisian yang minim pengawasan.
Selain mendesak perbaikan KUHAP, Maidina juga memohon agar pengesahan Rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) segera dilaksanakan.
RUU PKS akan memberikan perlindungan hukum sepenuhnya bagi korban kekerasan seksual.
Selain itu, dalam RUU PKS, pendampingan korban pemerkosaan dan kekerasan seksual pun terjamin sepenuhnya.
"Pemerintah dan DPR juga sudah harus mulai mengkaji soal pengaturan hak-hak korban yang tersebar di berbagai undang-undang, khususnya korban kekerasan seksual.
"Hal ini bisa dimulai dengan perumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau menyusun aturan baru terkait bantuan dan perlindungan korban kejahatan," tegas Maidina.
Korban pemerkosaan tersebut dikabarkan sempat diancam dan dibungkam oleh pelaku.
Maka, perlindungan dan pendampingan korban menjadi sangat penting agar korban dapat bersuara tanpa harus merasa terancam atau ketakutan.
"Prioritas penanganan kasus harus diberikan dan difokuskan kepada Korban. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 UU Perlindungan Saksi dan Korban, korban kekerasan seksual berhak untuk memperoleh bantuan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dan psikologis," tambahnya.
Baca Juga: Pelaku Pemerkosaan Anak Divonis Bebas, Ini Mengapa RUU PKS Penting untuk Disahkan
Kasus pemerkosaan ini dilaporkan terjadi di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat Maluku Utara.
Tidak hanya pemerkosaan, pelaku juga dilaporkan melakukan tindak kekerasan fisik terhadap korban.
Setelah melakukan kekerasan seksual kepada korban, pelaku memasukan korban dan rekannya ke penjara selama semalam.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pihak berwenang ini disebut netizen mengurangi rasa kepercayaan mereka kepada lembaga hukum di Indonesia. Bagaimana menurut Kawan Puan?
(*)
Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat selama Pandemi, Apa Saja yang Termasuk Tindakan KBGO?