Parapuan.co - Kawan Puan, dugaan kasus kekerasan di SMA Selamat Pagi Indonesia atau SPI Kota Batu, Jawa Timur sampai saat ini masih terus bergulir.
Melansir dari situs Kompas, sebelumnya Kuasa hukum JE, Recky Bernadus Surupandy menyampaikan bantahannya terkait tuduhan yang diberikan pada kliennya tersebut.
Dalam Konferensi pers di SMA Selamat Pagi Indonesia, di Kota Batu, Kamis (10/6/2021) silam, Recky mengatakan bahwa pernyataan yang beredar terkait kekerasan seksual tersebut tidak benar dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Terkait adanya dugaan telah terjadi tindak pidana kekerasan seksual, tindak pidana kekerasan fisik, dan tindak pidana eksploitasi ekonomi di dalam SMA Selamat Pagi Indonesia, adalah penyataan yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggung jawabkan," kata Recky.
Baca Juga: Pandangan Hukum Soal Pemaksaan Kontrasepsi pada Britney Spears, Legal atau Tidak?
Menanggapi bantahan ini, Tim Advokasi dan Litigasi SMA Selamat Pagi Indonesia dalam Konferensi Pers Jumat (25/06/2021) menyampaikan bahwa penolakan terhadap tuduhan yang disampaikan kepada JE dapat dibuktikan dalam pengadilan.
"Tentu hal ini silahkan dibuktikan di pengadilan. Kami pikir tidak akan ada asap apabila tidak ada api.
"Tidak ada laporan pelanggaran hak anak, jika potensi itu tidak ada di sekolah," terang Tim Advokasi dan Litigasi SMA Selamat Pagi Indonesia dalam press realese yang dibagikan.
Menurut Tim Advokasi dan Litigasi SMA Selamat Pagi Indonesia, bantahan yang dilakukan pihak Kuasa hukum JE dan SPI ini adalah bentuk pertahanan diri karena terpojok.
"Pernyataan SPI ini adalah sebuah bentuk pembelaan sekaligus sebagai bentuk
mekanisme pertahanan diri karena tersudut," dijelaskan dalam press realese.
Dalam konferensi pers ini, Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas (Komisi Nasional) Perlindungan Anak (PA) juga menyampaikan bahwa keadaan korban saat ini merasa ketakutan.
"Korban saat ini kondisinya sangat ketakutan dan segera mungkin kita akan melakukan tindakan untuk melaporkan itu secara langsung agar kongkrit LPSK mulai hari ini untuk melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban," jelas Arist.
Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia: Daftar Pusat Kesehatan yang Melayani Vaksinasi Tanpa Syarat Domisili
Arist juga menyampaikan bahwa korban bukan hanya satu melainkan ada 14 belas orang.
"Bukan satu korbannya, sudah jelas 14 korban yang sudah diperiksa, lalu atas rekomendasi polisi untuk visum," kata Arist.
Kawan Puan, dalam konferensi pers tersebut juga dijelaskan para korban yang saat ini melapor sudah beranjak dewasa.
Peristiwa kekerasan seksual ini terjadi ketika para korbannya masih duduk dibangku sekolah.
Para korban tidak berani melapor ketika masih bersekolah karena mereka semua masih berada di bawah kekuasaan pelaku.
Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia: Kementerian Kesehatan Hapus Syarat KTP Domisili untuk Vaksinasi
"Selama berada disekolah mereka tidak berani melapor karena mereka semua berada di bawah kekuasaan pelaku.
Setelah mereka keluar dari sekolah dan menemukan pihak-pihak yang bisa mendukung mereka, saat itulah timbul keberanian untuk melapor," kata Tim Advokasi dan Litigasi SMA Selamat Pagi Indonesia dalam konferensi pers. (*)