Kampung Lorong Buangkok, Desa Terakhir yang Bertahan di Singapura

Firdhayanti - Senin, 28 Juni 2021
Kampung Lorong Buangkok, satu-satunya desa yang tersisa di Singapura.
Kampung Lorong Buangkok, satu-satunya desa yang tersisa di Singapura. BBC Travel

Parapuan.co - Saat membayangkan negara Singapura, apa yang Kawan Puan pikirkan? 

Tentu tak jauh dari Marina Bay Sands, Gardens By The Bay, ataupun gedung-gedung pencakar langit yang tinggi. 

Walau erat dengan kehidupan perkotaan yang modern, ternyata di Singapura juga ada pedesaan loh.

Melansir BBC Travel, Kampung Lorong Buangkok adalah sebuah desa yang terletak di daerah Buangkok, Hougang, Singapura. 

Dari Yio Chu Kang Road, kamu cukup mengikuti jalan tanah panjang yang berkelok-kelok sekitar 300 meter. 

Baca Juga: Bepergian Naik Pesawat? Ini Syarat dan Peraturan Terbaru yang Berlaku

Kampung Lorong Buangkok merupakan satu-satunya desa yang masih ada di Singapura.

Layaknya mesin waktu, kamu akan menemukan lahan hijau seluas tiga hektar dan 25 rumah dengan gaya bangunan tahun 1960-an.

Kamu akan menjumpai rumah yang masih beratap seng dan berdinding kayu yang tersebar di sekitar surau (masjid kecil). 

Selain itu, beberapa pohon khas daerah pesisir seperti ketapang juga ada. 

Pokoknya, pemandangan di Kampung Lorong Buangkok ini sangatlah berbeda dengan daerah di sekitarnya yang beitu modern. 

Selain itu, para penduduk lansia yang duduk di beranda mereka, kokok ayam jantan dan kicau burung seraya menambah suasana pedesaan yang menenangkan. 

Hingga awal 1970-an, desa seperti Lorong Buangkok ini bisa ditemui di seluruh daratan Singapura. 

National University of Singapore memperkirakan ada sebanyak 220 kampung yang tersebar di pulau yang sama.

Hingga saat ini, Lorong Buangkok hanyalah satu-satunya desa yang tersisa.

Baca Juga: Venesia Diusulkan dalam Daftar Warisan Dunia Terancam Punah UNESCO 

Kampung Lorong Buangkok yang berada di tengah-tengah kehidupan modern di Singapura
Kampung Lorong Buangkok yang berada di tengah-tengah kehidupan modern di Singapura BBC Travel

Dampak dari Industrialisasi 

Pada awal 1980-an, Singapura mengalami urbanisasi dan dengan cepat beralih dari ekonomi pertanian ke industri. 

Gedung pencakar langit serta berbagai flat bertingkat dibangun. Jalan-jalan kecil diganti dengan jalan raya multi-jalur untuk menghubungkan seluruh kota. 

Hal itu berimbas kepada pedesaan yang akhirnya tergantikan. 

Maka dari itu, ratusan desa tradisional digusur, flora asli dilucuti, jalan tanah diratakan.

Beberapa penduduk desa enggan menyerahkan tempat tinggal mereka. Namun tak sedikit juga yang pindah ke flat bersubsidi yang dibangun pemerintah di atas rumah lama mereka. 

Saat ini, lebih dari 80 persen orang Singapura tinggal di apartemen yang dibangun pemerintah ini.  

Di sisi lain, pindahnya para warga ke apartemen juga mendorong rasa kebersamaan dalam budaya di Singapura.

Di kampung, warga tidak perlu mengunci pintu dan keluarga menyambut tetangga, yang sering mampir tanpa pemberitahuan untuk meminjam apa pun yang mereka butuhkan.

Ini adalah cara hidup yang coba diciptakan kembali oleh pemerintah setempat. 

Kini, pemerintah berusaha dengan menambah jumlah ruang komunal bersama untuk mendorong interaksi sosial.

Baca Juga: Kasus Penularan Meningkat, Sydney dan Pantai Bondi Akan di-Lockdown

Pada tahun 2017, Dewan Perumahan & Pengembangan Singapura bermitra dengan Universitas Teknologi dan Desain Singapura untuk mengembangkan kerangka kerja untuk kampung perkotaan.

Pendekatan teknologi tinggi yang menggunakan sensor gerak dan ruang Wi-Fi juga sedang dikembangkan bersama untuk mendorong persahabatan di antara tetangga.

Lawrence Wong, menteri pembangunan nasional saat itu mengatakan salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat rasa kebersamaan antarsosial. 

"Memperkuat semangat kampung di apartemen bertingkat kami," ujar Lawrence.(*)

Sumber: BBC travel
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja