Ujaran kebencian bisa menimbulkan intoleransi, dan dalam konteks tertentu bisa merendahkan dan memecah belah.
Hate speech berbeda dengan menghasut walau sama-sama dapat memecah belah.
Penghasutan biasanya merupakan bentuk ucapan dan ajakan yang bersifat eksplisit dan disengaja untuk memicu permusuhan.
Sedangkan hate speech atau ujaran kebencian terkadang tidak disengaja, dan tidak ada larangan khusus untuk melakukannya menurut hukum internasional.
Namun, ujaran kebencian juga sama berbahayanya dengan hasutan jika tidak dihilangkan.
Baca Juga: Banyak Ujaran Kebencian, Yuk Lebih Beradab dan Berempati di Dunia Maya
Sayangnya, kita perempuan sering menerima hate speech ini baik di dunia maya maupun realita.
Hal ini dapat terlihat dalam riset PARAPUAN berjudul Pengalaman Perempuan Menerima Ujaran Kebencian, Seksisme, dan Misogini Selama Pandemi Covid-19.
Survey yang diikuti oleh 397 koresponden ini mengaku pernah mendapatkan ujaran kebencian, terutama selama pandemi Covid-19.
Sebanyak 31 persen di antaranya juga mengalami tindak kekerasan verbal seperti seksisme dan misogini.
Sejumlah responden mengaku, mereka tidak hanya mengalami ujaran kebencian, tetapi juga seksisme dan misogini sekaligus.
Hal ini tentu membuat perempuan merasa tidak aman dan nyaman berada di lingkungannya, bahkan sampai merasa rendah diri.
Sebanyak 10 persen perempuan mengalami ujaran kebencian, terlebih selama pandemi Covid-19.
Sementara 31 persen lainnya mengalami tindak kekerasan verbal seperti seksisme dan misogini.
Sejumlah responden mengaku, mereka tidak hanya mengalami ujaran kebencian, tetapi juga seksisme dan misogini sekaligus.
Hal ini tentu membuat perempuan merasa tidak aman dan nyaman berada di lingkungannya, bahkan sampai merasa rendah diri.