Dan orang-orang terdekatlah yang biasanya menjadi objek yang dibanding-bandingkan itu, misalnya anak, orang tua atau saudara yang lainnya.
“Paling dekat kan anak-anak atau orang di sekitar keluarga itu sendiri. Jadi ngomentarin paling dekat ya ngomentari keluarga,” jelas Dina Auliana, M.Si. Psikolog pada PARAPUAN.
Lebih lanjut Dina menjelaskan bahwa luka yang diakibatkan body shaming dari keluarga ini bisa menumpuk, sehingga perlu diatasi.
Selain agar tak merugikan diri sendiri, luka body shaming ini juga bisa menyebabkan seseorang melakukan balas dendam ke generasi selanjutnya.
Baca Juga: Trust Issues dalam Keluarga Bisa Diatasi, Ikuti Saran Psikolog Berikut
Hingga body shaming ini pun bisa menjadi sebuah kebiasaan dalam keluarga.
“Benar sekali, bahkan orang yang waktu kecil sering dapat body shaming, pada saat gede dan punya power, dia akan lebih mudah melakukan body shaming ke orang lain,” ungkap Dina.
Memutus rantai body shaming dalam keluarga
Menurut Dina, rantai kebiasaan body shaming dalam keluarga ini bisa diputus.
Dan hal tersebut perlu dimulai dari diri kita sendiri lo, Kawan Puan!