Dan orang-orang terdekatlah yang biasanya menjadi objek yang dibanding-bandingkan itu, misalnya anak, orang tua atau saudara yang lainnya.
“Paling dekat kan anak-anak atau orang di sekitar keluarga itu sendiri. Jadi ngomentarin paling dekat ya ngomentari keluarga,” jelas Dina Auliana, M.Si. Psikolog pada PARAPUAN.
Baca Juga: Hailey Bieber Bicara Soal Body Shaming Karena Perubahan Tubuhnya
Lebih lanjut Dina menjelaskan bahwa luka yang diakibatkan body shaming dari keluarga ini bisa menumpuk, sehingga perlu diatasi.
Selain agar tak merugikan diri sendiri, luka body shaming ini juga bisa menyebabkan seseorang melakukan balas dendam ke generasi selanjutnya.
Hingga body shaming ini pun bisa menjadi sebuah kebiasaan dalam keluarga.
“Benar sekali, bahkan orang yang waktu kecil sering dapat body shaming, pada saat gede dan punya power, dia akan lebih mudah melakukan body shaming ke orang lain,” ungkap Dina.
Lantas bagaimana caranya memutus rantai body shaming dari keluarga ini?
Menurut Dina, rantai kebiasaan body shaming dalam keluarga ini bisa diputus.
Dan hal tersebut perlu dimulai dari diri kita sendiri lo, Kawan Puan!
Kita perlu mengurangi dan bahkan menghilangkan keinginan untuk mengomentari seseorang dari fisiknya.
Sehingga kebiasaan mengomentari fisik orang atau body shaming ini tidak terbentuk pada diri kita.
Baca Juga: Aplikasi Kencan Online Ini Melarang Penggunanya Lakukan Body Shaming
Selain itu, ketika mendapatkan body shaming kita sebaiknya jangan langsung membalasnya.
Melainkan menghadapi body shaming dalam keluarga tersebut dengan 3 cara, yaitu: afirmasi positif, berlatih bersyukur dan berani speak up.
Kawan Puan, yuk sama-sama kita lawan body shaming ini agar diri kita dan generasi selanjutnya tidak terjebak dalam rantai body shaming ini! (*)