Rantai Body Shaming dalam Keluarga Bisa Diputus, Begini Kata Psikolog

Arintya - Sabtu, 3 Juli 2021
Memutus rantai kebiasaan body shaming dalam keluarga
Memutus rantai kebiasaan body shaming dalam keluarga ferlistockphoto

Parapuan.co – Kawan Puan, mendapatkan body shaming dari keluarga memang menyakitkan ya.

Apalagi ketika body shaming itu sendiri sudah menjadi sebuah kebiasaan yang dianggap wajar di dalam keluarga.

Padahal keluarga seharusnya mampu menjadi lingkungan paling aman dan nyaman.

Baca Juga: Sering Alami Body Shaming dari Keluarga? Atasi dengan Cara Ini

Namun karena sudah menjadi kebiasaan, justru anggota keluarga ini malah menjadi pelaku body shaming itu sendiri.

Keluarga sebagai pelaku body shaming juga didukung dari riset PARAPUAN “Pengalaman Perempuan dalam Ujaran Kebencian, Seksisme, dan Misogini dalam Pandemi Covid-19”.

Dalam riset tersebut, salah satu hasilnya adalah keluarga merupakan aktor utama pelaku ujaran kebencian, salah satunya body shaming yaitu sebanyak 32% responden mengalami body shaming dari keluarga.

Nah dampak dari body shaming dari keluarga ini ternyata tidak hanya kurangnya rasa kepercayaan lo, Kawan Puan!

Menurut riset tersebut, salah satu dampak lain adalah adanya trust issues dalam keluarga.

Kawan Puan, body shaming dalam keluarga ini bisa terjadi karena rasa inferior yang kemudian berkembang menjadi keinginan untuk membanding-bandingkan.

Dan orang-orang terdekatlah yang biasanya menjadi objek yang dibanding-bandingkan itu, misalnya anak, orang tua atau saudara yang lainnya.

“Paling dekat kan anak-anak atau orang di sekitar keluarga itu sendiri. Jadi ngomentarin paling dekat ya ngomentari keluarga,” jelas Dina Auliana, M.Si. Psikolog pada PARAPUAN.

Baca Juga: Hailey Bieber Bicara Soal Body Shaming Karena Perubahan Tubuhnya

Lebih lanjut Dina menjelaskan bahwa luka yang diakibatkan body shaming dari keluarga ini bisa menumpuk, sehingga perlu diatasi.

Selain agar tak merugikan diri sendiri, luka body shaming ini juga bisa menyebabkan seseorang melakukan balas dendam ke generasi selanjutnya.

Hingga body shaming ini pun bisa menjadi sebuah kebiasaan dalam keluarga.

“Benar sekali, bahkan orang yang waktu kecil sering dapat body shaming, pada saat gede dan punya power, dia akan lebih mudah melakukan body shaming ke orang lain,” ungkap Dina.

Lantas bagaimana caranya memutus rantai body shaming dari keluarga ini?

Menurut Dina, rantai kebiasaan body shaming dalam keluarga ini bisa diputus.

Dan hal tersebut perlu dimulai dari diri kita sendiri lo, Kawan Puan!

Kita perlu mengurangi dan bahkan menghilangkan keinginan untuk mengomentari seseorang dari fisiknya.

Sehingga kebiasaan mengomentari fisik orang atau body shaming ini tidak terbentuk pada diri kita.

Baca Juga: Aplikasi Kencan Online Ini Melarang Penggunanya Lakukan Body Shaming

Selain itu, ketika mendapatkan body shaming kita sebaiknya jangan langsung membalasnya.

Melainkan menghadapi body shaming dalam keluarga tersebut dengan 3 cara, yaitu: afirmasi positif, berlatih bersyukur dan berani speak up.

Kawan Puan, yuk sama-sama kita lawan body shaming ini agar diri kita dan generasi selanjutnya tidak terjebak dalam rantai body shaming ini! (*)

Penulis:
Editor: Arintya