Begitu juga dengan pesaingnya yang lain, Aerie yang justru mengalami peningkatan penjualan dengan menampilkan pesan-pesan citra tubuh positif dan ketersediaan berbagai macam ukuran.
Bahkan menariknya, Aerie juga memilih perempuan dengan disabilitas sebagai brand ambassador-nya, sebagai bentuk keseriusannya menjadi perusahaan pakaian yang inklusif.
Transformasi baru yang dilakukan Victoria’s Secret ini memang menuai pro dan kontra.
Namun di tengah dunia yang mulai menuntut keberagaman, rasanya penting untuk Victoria’s Secret untuk lebih relevan dengan calon konsumennya jika ingin bertahan di industri fashion yang kian inklusif.
Baca Juga: Sosok 7 Perempuan Berprestasi yang Jadi Wajah Baru Victoria's Secret
Seperti kata seorang konsultan merek kecantikan, Melissa Hibbert yang mengatakan pada NBC News, “Jika mereka (Victoria’s Secret) benar-benar ingin brand-nya bertahan dan tidak kehilangan ekuitas, mereka harus memiliki wajah baru yang bisa mencerminkan dunia,”.
Hal ini juga diamini oleh profesor pemasaran Yakov Bart, yang mengatakan bahwa gerakan yang dilakukan oleh Victoria’s Secret memang terlambat.
“Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
“Namun masalahnya, bagaimana (cara) mereka mendapatkan kepercayaan konsumen dengan membuat perubahan yang nyata dan nilai-nilai baru, bukan sekadar hiasan,” tambahnya lagi seperti melansir Northeastern News.
Bart pun juga berharap bahwa perubahan ini jadi permulaan untuk membuka mata masyarakat pada standar kecantikan ideal yang sebenarnya.(*)