Parapuan.co – Tak banyak dari kita yang menyadari bahwa pakaian yang kita kenakan sehari-hari turut memberikan sumbangsih bagi keselamatan lingkungan.
Pasalnya, sejumlah kain jenis tertentu ternyata memberikan dampak buruk bagi alam dan keberlangsungannya.
Kain-kain jenis tertentu itu menggunakan serat sintetis yang menggunakan minyak bumi, melalui proses produksi yang mencemari lingkungan, hingga material yang tak bisa terurai.
Bahkan, laporan oleh Changing Markets Foundation yang diumumkan pada Juni 2021 lalu menunjukkan bahwa industri pakaian bertanggung jawab atas lebih dari 20 persen polusi air di dunia.
Ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan material serat sintetis yang tidak ramah lingkungan.
Baca Juga: Serat Kain Ini Tak Hanya Merusak Lingkungan, Tapi Juga Buruk Bagi Kesehatan
Ironisnya lagi, menurut laporan International Union for Conservation of Nature pada tahun 2017 memaparkan bahwa tekstil akan menjadi sumber polusi mikroplastik laut terbesar di dunia.
Sementara melansir dari The Independent, menurut Laura Balmond, manajer proyek Make Fashion Circular di Ellen McArthur Foundation, mengatakan bahwa kain sintetis biasanya diproduksi dari minyak dan menyumbang 63 persen dari input material untuk produksi tekstil.
Fakta-fakta ini pun menyadarkan betapa pentingnya bagi kita mulai mengenali serat-serat sintetis yang berdampak buruk bagi lingkungan.
Untuk membantu Kawan Puan lebih bijak dalam memilih pakaian yang ramah lingkungan, berikut PARAPUAN paparkan jenis-jenis serat sintetis yang tidak ramah lingkungan:
Polyester
Polyester adalah salah satu serat sintetis yang paling umum digunakan di industri tekstil dengan 55 persen dari total produksi kain di seluruh dunia, karena murah dan mudah dibuat.
Namun, serat sintetis ini menggunakan minyak bumi yang berbahaya bagi lingkungan dan tidak dapat terurai secara hayati.
Secara teknis, polyester adalah polyethylene terephthalate atau yang juga disebut plastik PET, yang kemudian dicetak menjadi filamen dan ditenun menjadi kain.
Pembuatannya menggunakan reaksi kimia etilen glikol dan asam reftalat, yang mana bahan kimia ini berasal dari bahan bakar fosil, udara dan air.
Produksi polyester sendiri membutuhkan banyak air, yang mana setelah digunakan air tersebut akan terkontaminasi dan dibuang kembali ke saluran air.
“Itu tidak berhenti pada tahap pembuatan saja, setiap kali kamu mencuci pakaian polyester, serat mikro dilepaskan ke saluran air kita yang menyebabkan kerusakan besar pada kehidupan laut dan ekosistem vital,” ujar Laura Balmond.
Baca Juga: Ternyata, Tak Semua Brand Label 'Green Fashion' Mempraktikkan Mode Berkelanjutan
Nilon
Serupanya dengan polyester, nilon juga merupakan serat sintetis yang banyak digunakan di industri fashion.
Biasanya serat jenis ini ditemukan pada celana ketat, stoking, pakaian renang hingga pakaian olahraga.
Serat jenis ini sama berbahayanya dengan polyester karena menggunakan minyak bumi.
Produksi nilon memancarkan nitrous oxide, gas rumah kaca yang 300 kali lebih berbahaya bagi lapisan ozon daripada karbon dioxida
Lebih dari itu nilon tidak dapat terurai secara hayati dan akibatnya, dapat berada di tempat pembuangan sampah selama 20 hingga 200 tahun.
Seperti halnya serat sintetis polyester, nilon juga melepaskan mikriplastik saat digunakan dan dicuci yang berdampak buruk bagi ekosistem lautan.
Akrilik
Beberapa penggunaan paling umum untuk serat kain jenis akrilik adalah pada pakaian sweater, topi, hingga sarung tangan.
Produksi akrilik melibatkan bahan kimia seperti akrilonitril yang sangat beracun.
Bahan beracun ini pun dapat masuk ke tubuh pemakainya melalui kontak kulit atau inhalasi.
Selain itu, akrilik tidak mudah didaur ulang dan dapat berada di tempat pembuangan sampah hingga 200 tahun sebelum terurai, mirip seperti serat sintetis lainnya, polyester.
Baca Juga: Pentingnya Pemberdayaan Petani Ulat Sutra Eri untuk Penuhi Kebutuhan Industri Mode Berkelanjutan
Rayon
Serat kain jenis ini, yang juga dinamai viscose, sebenarnya terbuat dari bubur kayu.
Walau kayu terlihat tidak berbahaya ataupun beracun, namun proses pembukaan hutan besar untuk mendapatkan material kayu rayon memiliki efek buruk pada lingkungan.
Saat ini, melansir dari BBC Earth, lebih dari 150 juta pohon ditebang untuk dijadikan pakaian dan jumlah pohon tang ditebang untuk serat kain jenis ini meningkat di hutan Indonesia, Kanada dan Amazon.
Lebih dari itu, rayon juga biasanya disebut serat semi-sintetis karena bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya, seperti natrium hidroksida dan karbon disulfida.
Itu dia empat serat sintetis yang banyak kita temui pada pakaian-pakaian yang kita kenakan sehari-hari, yang tak kita sadari ternyata berdampak buruk bagi lingkungan.
Untuk itu penting bagi kita lebih bijak dan waspada dalam memilih pakaian yang akan dibeli atau dikenakan, sebagai kontribusi kecil menyelamatkan lingkungan.
Karena kalau tidak dimulai dari kita dan sekarang, siapa dan kapan lagi. (*)