Parapuan.co - Menjadi perempuan penggemar atau fangirl di Indonesia memang masih asing di kalangan masyarakat umum.
Lingkungan dan budaya di Indonesia yang masih menganut sistem patriarki membuat perempuan selalu dibatasi dalam melakukan hobi atau menyukai sesuatu, termasuk musisi dan grup musik.
Adanya fenomena K-Pop dan kelompok penggemar (fandom) yang cukup besar di Indonesia membuat jumlah fangirl menjadi tinggi dan menyebar di seluruh wilayah.
Hal tersebut memantik komentar negatif dari masyarakat Indonesia yang merasa perempuan tidak boleh menggemari sesuatu dan secara aktif mengekspresikan rasa sukanya.
Ujaran kebencian dari masyarakat umum kepada para fangirl biasanya dilontarkan lewat media sosial dan menyerang serta memojokkan perempuan.
Maka, kasus-kasus tersebut bisa dikategorikan sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Baca Juga: Selain Bekali Pengetahuan, Ini Upaya Cegah KBGO pada Anak dan Remaja
Pada acara kolaborasi BTS ARMY Indonesia dengan SAFEnet yang bertajuk #SpeakYourself: Ruang Aman untuk Penyintas, dari ARMY, Jasmine Floretta dari Kajian Gender Universitas Indonesia dan juga adalah seorang perempuan penggemar, menceritakan pengalaman dan analisisnya terkait dengan kasus KBGO.
Selama menjadi pengguna media sosial Twitter, Jasmine sebagai seorang fangirl mengalami dan melihat kasus KBGO yang terjadi kepada para perempuan penggemar.
Menurut pandangan Jasmine, ujaran kebencian yang diutarakan oleh masyarakat umum kepada para fangirl sangatlah seksis dan misoginis.
Mereka menganggap perempuan yang menggemari grup musik K-Pop sangatlah rendah, fanatis, dan tidak cerdas.