Terakhir, mengatur mekanisme koordinasi dan pengawasan lintas kementerian lembaga terkait.
Sebagai bentuk dukungan terhadap DPR-RI, Jaringan Masyarakat Sipil juga menuntut beberapa hal yaitu:
- Meminta dengan sangat kepada Pimpinan dan anggota BALEG DPR RI untuk segera pembahasan dan pengesahan RUU PKS dengan mempertimbangkan draft usulan dari Jaringan Masyarakat Sipil dan KOMNAS Perempuan sebagai rujukan substansi.
- Mengusulkan kepada BALEG DPR-RI untuk membuka kesempatan RDPU kepada pendamping korban dan aparat hukum, guna mendapat masukan faktual terkait kompleksitas penanganan korban kekerasan seksual jika tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
- Meminta DPR RI untuk tetap menerapkan prinsip transparansi dan partisipatif dalam setiap tahapan pembahasan RUU PKS sebagaimana dijamin dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Perundangan.
- Mengimbau kepada berbagai elemen masyarakat seperti jaringan akademisi, ahli hukum, pengacara dan pihak terlibat lain untuk terus memperkuat sinergitas dalam mengawal proses pembahasan RUU PKS di DPR RI juga melakukan dialog-dialog terbuka untuk mendukung perjuangan RUU PKS menjadi kebijakan substantif.
- Meminta pemerintah, antara lain Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (KPPPA), Kementerian Hukum dan HAM, dan KSP untuk aktif bersama-sama Baleg dalam merumuskan draft naskah akademis dan RUU sehingga memperpendek waktu proses harmonisasi.
Baca Juga: Pentingnya Suarakan Kekerasan Seksual, Salah Satu Medianya Bisa Lewat Podcast
Ke depannya, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan terus melakukan pengawasan terhadap perkembangan pengesahan RUU PKS. (*)