Parapuan.co - Tidak selamanya olahraga menjadi milik semua. Ada beberapa olahraga yang ternyata masih diperuntukkan bagi salah satu gender saja.
Misalnya sumo, olahraga kuno asal Jepang ini ternyata masih milik laki-laki saja.
Laki-laki lebih beruntung kariernya di sumo sebab mereka bisa terus menjadi atlet profesional hingga umur 30 tahun.
Sedangkan perempuan, mereka biasanya berhenti di usia 20-an tahun karena dianggap sudah selesai masa puncak fisiknya.
Di samping itu, perempuan juga biasanya hanya bisa bertanding di level amatir, tidak peduli seberapa banyak kemenangan dan prestasi yang telah ia raih.
Baca Juga: Film Keluarga Cemara: Arti Kekuatan dan Perjuangan Orang Tua untuk Wujudkan Mimpi Anak
Maka, ada banyak perempuan yang suka sumo memilih berhenti saat sudah keluar dari sekolah dan tidak melanjutkan lagi kariernya sebagai atlet karena memang tidak ada dukungan maksimal untuk mereka.
Film dokumenter Little Miss Sumo garapan Matt Kay tahun 2018 memotret perjuangan Hiyori Kon, pesumo perempuan dari Jepang yang bertarung di level amatir.
Tidak peduli bahwa Hiyori Kon ini telah menekuni sumo sejak kelas 1 sekolah dasar, dimana ia bisa mengalahkan lawannya, termasuk yang laki-laki hingga kelas 3 sekolah dasar.
Hiyori Kon menghadapi tantangan berat ketika dirinya ingin menekuni bidang olahraga sumo di Jepang.
Di Jepang, sumo adalah olahraga maskulin. Perempuan tidak boleh coba-coba.
Olahraga ini diatur oleh ritual Shinto. Perempuan, yang dianggap tidak murni, dilarang memasuki lingkaran suci (arena pertandingan sumo).
Maka apabila perempuan tetap mau main sumo, kebanyakan akan berhenti setelah keluar dari sekolah dasar, atau ketika usianya mencapai angka tertentu.
Pilihan lain, perempuan yang ingin mencoba menjadi pesumo hanya bisa bertarung di level amatir, itu pun mereka masih banyak mendapat diskriminasi.
Baca Juga: Makna Women Support Women dan Warisan Perlawanan Terhadap Sistem Patriarki dalam Film Moxie
"Laki-laki dapat bercita-cita menjadi pesumo profesional. Mereka memiliki masa depan dalam dunia sumo," ucap Hiyori Kon dalam film dokumenter itu.
"Perempuan biasanya keluar dari dunia sumo setelah sekolah dasar. Tidak banyak pesumo yang dapat dijadikan panutan oleh pesumo perempuan," lanjutnya.
Little Miss Sumo sengaja dibuat untuk memotret perjuangan Hiyori Kon untuk menjadi pesumo perempuan terkuat di dunia, sekaligus mematahkan budaya patriarki yang membatasi perempuan untuk jadi pesumo.
Matt Kay pernah mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Japan Forward, bahwa ia terinspirasi membuat film ini karena pada April 2018, sumo menjadi berita utama dunia.
Kala itu seorang politisi pingsan di dohyo saat memberikan pidato.
Namun ketika seorang perawat perempuan bergegas untuk membantunya, perawat itu diberi tahu oleh wasit untuk mundur karena secara tradisional perempuan tidak diperbolehkan di atas ring.
Sontak insiden tersebut menciptakan debat panjang dan masalah baru ke publik.
Baca Juga: Butuh Tontonan Agar Tidak Jenuh di Rumah? Simak Rekomendasi 3 Film Pendek YouTube Ini
Pasca insiden itu, salah satu Walikota Takarazuka, Tomoko Nagawa juga mengatakan bahwa dirinya tidak diizinkan berpidato di dohyo karena ia adalah seorang perempuan.
Tomoko Nagawa lantas mempertanyakan apakah jika Jepang memiliki seorang perdana menteri perempuan, apakah ia juga akan dilarang memasuki ring.
Dari rentetan kejadian itu, Matt Kay membuat film dokumenter Little Miss Sumo yang memotret bagaimana sumo di Jepang serta perjuangan Hiyori Kon dalam menekuni olahraga sumo.
Hiyori Kon adalah sosok tepat untuk dijadikan bintang utama dalam film dokumenter yang memotret bagaimana budaya patriarki masih menahan perempuan untuk menekuni suatu bidang olahraga.
Hiyori sang pesumo perempuan tidak mau menyerah dan tetap bertanding di level sumo amatir yang memperbolehkan perempuan ikut serta.
Cita-citanya adalah menghapuskan diskriminasi di olahraga yang ia cintai tersebut.
Hiyori Kon adalah salah satu pesumo amatir top di Jepang yang pernah masuk ke dalam daftar 100 perempuan paling menginspirasi dan berpengaruh versi BBC tahun 2019.
Dirinya juga masuk Forbes 30 Under 30 kategori Entertainment & Sports tahun 2020.
Menarik mengulik kisah Hiyori Kon melawan seksisme terhadap perempuan yang bertanding di olahraga kuno Jepang, sumo.
Baca Juga: Berawal dari Keresahannya Sendiri, Koo Hye Sun Bikin Film Soal Isu Perempuan
(*)