Parapuan.co – Kawan Puan, ada banyak atlet perempuan di Olimpiade Tokyo 2020, salah satunya Sanda Aldass.
Terkait Sanda Aldass, ada 2 hal menarik dari atlet perempuan di Olimpiade Tokyo 2020 satu ini, yaitu ia adalah seorang pengungsi dari Suriah dan merupakan seorang ibu dari 3 orang anak.
Dalam wawancara khususnya di laman resmi Olympics, Sanda Aldass menceritakan perjalanannya untuk bisa menjadi seorang atlet Olimpiade ketika sudah menjadi seorang ibu.
Awalnya menjadi seorang atlet profesional terlihat mustahil bagi Sanda Aldass.
Baca Juga: Berusia 13 Tahun, Momiji Nishiya Raih Medali Emas Cabor Skateboard Olimpiade Tokyo 2020
Pasalnya ia perlu melalui proses perpindahan dari Timur Tengah ke Eropa yang begitu jatuh bangun, belum lagi proses latihan dan persiapan sebelum pertandingan ketika sudah menjadi seorang ibu yang pasti tidak mudah.
Perjuangan menjadi atlet dan menjalani peran sebagai ibu
Pada tahun 2015 yang lalu, Sanda Aldass memutuskan meninggalkan Damascus bersama sang pelatih.
Kepergiannya ini pun penuh haru, pasalnya ia harus rela meninggalkan suami beserta anaknya yang masih kecil.
Sesampainya di Belanda, ia menghabiskan 6 bulan pertamanya untuk berlatih di tempat penampungan pengungsi.
Menurut Sanda Aldass, latihan dengan keras membuatnya mampu menjaga kesehatan mental lo, Kawan Puan!
“Terus berlari dan berlatih bantu aku menjalani hari dan menjadi salah satu caraku menjaga kesehatan mental,” ucapnya ketika diwawancara tim Olimpiade Tokyo 2020.
Beberapa waktu kemudian, suami dan anaknya menyusul ke Belanda, sampai akhirnya mereka bisa mendapatkan tempat tinggal di Almere, 30 menit dari Kota Amsterdam.
Baca Juga: Kabar Bahagia! Atlet Perempuan Kini Boleh Bawa Anak ke Olimpiade Tokyo 2020
Di sana, keluarga kecil Sanda Aldass tumbuh, bahkan ia juga dikaruniai dua orang anak.
Menjadi ibu 3 anak tak lantas membuat Sanda Aldass menyerah, apalagi sejak lama ia bermimpi untuk bisa menjadi salah satu atlet yang bertanding di Olimpiade.
Beruntungnya, Sanda Aldass berhasil mendapatkan IOC Refugee Athlete Scholarship, sehingga ia bisa kembali melanjutkan latihannya demi terpilih menjadi atlet Olimpiade.
Hasil kerja kerasnya selama ini tak sia-sia ketika akhirnya ia terpilih menjadi salah satu di antara enam judoka untuk mewakili IOC Refugee Olympic Atheles Team di Olimpiade Tokyo 2020.
IOC Refugee Olympic Atheles Team sendiri merupakan tim atlet pengungsi yang dibentuk dengan tujuan untuk memberi harapan dan insklusif ke jutaan pengungsi dari seluruh dunia.
“Ini adalah mimpi yang menjadi nyata!” tegasnya.
Dukungan dari sang anak
Sanda Aldass mengaku sebelum dirinya terpilih untuk bertanding di Olimpiade Tokyo 2020, ia mendapatkan dukungan penuh dari anak-anaknya.
Salah satu anaknya berkata, “Ibu harus bertanding di Olimpiade. Tujuan keluarga kita adalah bisa melihat ibu bertanding di sana!”
Sebagai penutup, Sanda Aldass mengaku dirinya sangat bangga bisa menjalani perannya sebagai atlet sekaligus ibu dari 3 orang anak.
Baca Juga: Mengenal Hidilyn Diaz, Atlet Angkat Besi Pertama yang Raih Medali Emas untuk Filipina
“Saya Sanda Aldass, saya seorang atlet dan ibu dari 3 orang anak. Saya sangat bangga bisa mengatur waktu saya sedemikian rupa dan bisa menemukan keseimbangan antara 2 peran tersebut,” tulisnya untuk salah satu unggahan di akun Instagram IOC Refugee Olympic Team.
View this post on Instagram
Kawan Puan, inspiratif sekali ya kisah Sanda Aldass dalam meraih mimpinya ini.
Karena perjuangan dan kerja kerasnya, tak heran jika Sanda Aldass terpilih menjadi atlet perempuan di Olimpiade Tokyo 2020.
Kisah Sanda Aldass ini menjadi bukti, bahwa setelah menikah dan memiliki anak, perempuan bisa kembali meraih mimpi! (*)