Parapuan.co - Sunisa Lee, pesenam Amerika Serikat, memenangkan emas di final senam gimnastik individu putri di Olimpiade Tokyo 2020 pada hari Kamis (29/7/21).
Setelah beberapa tahun yang penuh tantangan, Sunisa 'Suni' Lee mendedikasikan kemenangannya untuk keluarganya dan komunitas Hmong di kampung halamannya.
"Rasanya sangat gila, saya benar-benar tidak menyangka saya akan berada di sini saat ini dengan medali emas," kata Lee kepada NBC News.
"Saya sangat bangga pada diri saya sendiri karena berhasil di sini, karena ada saatnya saya ingin berhenti," tambahnya.
Pesenam berusia 18 tahun dari Minnesota ini diketahui berkompetisi di Kejuaraan Senam Nasional AS 2019 dua hari setelah ayahnya, John Lee, jatuh dari tangga dan menjadi lumpuh dari dada ke bawah.
Baca Juga: Promosi Kebebasan Memilih, Tim Senam Jerman Tampil dengan Seragam Tertutup di Olimpiade Tokyo 2020
Dia mempertimbangkan untuk melewatkan semua kompetisi, tetapi ayahnya dari rumah sakit mendorongnya untuk melanjutkan.
Suni mengakui bahwa ayahnya adalah motivasinya untuk tetap berjuang sampai menjadi juara di Olimpiade Tokyo tahun ini.
Olimpiade Tokyo 2020 menjadi cukup berat karena ayahnya tidak dapat berada di tribun penonton untuk menghiburnya karena adanya pembatasan Covid-19.
"Ini telah menjadi impian saya dan ayah saya sejak lama, pada dasarnya sejak saya masih bayi," cerita Suni.
"Dia selalu mengatakan kepada saya jika saya memenangkan medali emas, dia akan turun ke lapangan dan melakukan backflip.
"Kami berdua bekerja untuk ini. Dia mengorbankan segalanya untuk memasukkan saya ke kompetisi senam," tambahnya.
Walaupun ayahnya tidak ada di lokasi pertandingan, Suni menyatakan bahwa keluarga besarnya mengadakan acara nonton bareng sebagai bentuk dukungan kepada Suni.
Benar saja, keluarga Suni Lee dan para pendukungnya menonton bersama pada hari Kamis dan bersorak sorai ketika Suni berhasil meraih medali emas.
Keberhasilannya sangat berarti bagi komunitas suku Hmong di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Suni Lee telah mencetak sejarah sebagai orang Amerika keturunan Hmong pertama yang berkompetisi di Olimpiade dan menjadi perempuan Asia-Amerika pertama yang memenangkan emas dalam Olimpiade.
Baca Juga: Suarakan Anti-Rasisme, Pesenam Luciana Alvarado Sertakan Gerakan Kepalan Tangan dalam Koreografinya
Dia memiliki koreografi yang diniliai salah satu gerakan paling sulit di dunia.
Perpindahan mulusnya dari satu gerakan bar ke gerakan bar lainnya adalah keunikannya.
"Saya merasa orang-orang melihat saya sebagai spesialis bar, tapi memiliki lebih banyak hal untuk diberikan daripada hanya itu.
"Saya pikir jika saya mampu mempertahankan gerakan saya, maka saya adalah seorang all-arounder yang baik," ungkap Sunni. (*)