Menurutnya, topik yang diangkat pada film ini sangat penting untuk mendapat perhatian dari seluruh kalangan masyarakat saat ini.
Film Penyalin Cahaya seolah turut mencoba menunjukkan pada masyarakat bahwa di lingkungan pendidikan sekalipun, tak ada ruang aman bagi penyintas kekerasan seksual seperti Sur.
Sur yang menjadi korban, justru harus memperjuangkan kebenaran sendiri dan malah mendapat ketidakadilan dan berbagai macam stigma
Padahal, kejadian yang dialami oleh Sur terjadi pada acara yang dihadiri oleh rekan-rekan komunitas di kampusnya sendiri.
Nyatanya, lingkungan pendidikan di Indonesia memang bukan tempat yang aman bagi penyintas kekerasan seksual.
Baca Juga: Kenali Dampak Jangka Panjang yang Dirasakan Korban Kekerasan Seksual
Mengutip KOMPAS.com, berdasarkan pengaduan yang datang ke Komnas Perempuan, dalam rentang waktu lima tahun, dari tahun 2015 hingga 2020, angka kekerasan seksual di lingkungan pendidikan bersifat fluktuatif.
Pada tahun 2015, tercatat tiga kasus kekerasan, 10 kasus pada 2016, 3 kasus pada 2017, 10 kasus pada 2018, 15 kasus pada 2019, dan 10 kasus hingga Agustus 2020 yang diadukan ke Komnas Perempuan.
Dari total 51 kasus, lingkungan universitas menjadi sumber aduan terbanyak, yakni 27 persen.
Adapun 88 persen atau 45 kasus yang diadukan adalah berupa kasus kekerasan seksual yang terdiri dari perkosaan, pencabulan dan pelecehan.
Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan pun bagai fenomena gunung es, sebab aduan yang masuk ke Komnas Perempuan bisa jadi hanya segelintir dari banyak kasus yang tak dilaporkan akibat rasa malu, stigma dan tak adanya support system bagi penyintas.