Parapuan.co - Kebanyakan anak perempuan telah mendapatkan tindikan di telinga saat masih kecil.
Di Indonesia, tindikan telinga ini seolah merupakan simbol lahirnya anak perempuan.
Di usia remaja dan dewasa, bisa saja muncul keinginan untuk menambah jumlah tindikan.
Bahkan mereka ingin melakukan penindikan di area tubuh lainnya seperti hidung, lidah, serta alis.
Namun, apa jadinya jika ada timbul keinginan menindik vagina?
Ternyata, tindik vagina (vaginal piercing) sudah jadi tren tersendiri di belahan dunia bagian barat, lho.
Mengutip WebMD, penindikan di area vagina dapat dilakukan pada beberapa area.
Pertama, area klitoris (clitoris hood).
Tindik vagina di area klitoris merupakan yang paling populer di antara praktik tindik vagina lainnya.
Namun, klitoris merupakan bagian pada vagina yang sangat sensitif, sehingga tindikan di area ini disebut dapat memberikan rangsangan seksual pada perempuan, atau bahkan menimbulkan rasa sakit pada organ kewanitaan.
Kedua, tindik di area labia.
Tindikan di area labia, baik bagian dalam ataupun bagian luar lebih banyak diminati kalangan pecinta piercing.
Pasalnya jaringan di area ini relatif lebih tebal sehingga mampu mengakomodir aksesoris yang lebih berat dan lebih banyak.
Ketiga, tindikan Princess Albertina.
Jika di kalangan laki-laki, salah satu praktik tindik kelamin yang paling jarang dilakukan disebut tindikan Prince Albert, pada perempuan disebut tindikan Princess Albertina.
Baca Juga: Dinilai Nyeleneh, Apa Motif di Balik Tren Tindik Organ Intim?
Tindikan Princess Albertina tidak begitu diminati oleh penikmat piercing karena lebih sulit dilakukan.
Tindikan Princess Albertina terletak di bagian atas vagina dan melewati uretra.
Alasan menindik vagina di kalangan perempuan Amerika dan Eropa pun ternyata cukup personal.
Namun, kebanyakan praktik tindik vagina dilakukan demi mendapatkan sensasi tertentu dalam berhubungan seksual.
Apa lagi, tindikan di area intim tersebut disebut dapat memberikan stimulasi saat berhubungan seksual.
Tindik vagina tentu membawa beberapa risiko, terutama pada kesehatan seksual dan reproduksi.
Praktik penindikan yang dilakukan dengan melukai anggota tubuh manapun pastinya diikuti dengan risiko infeksi, seperti yang dikuti dari Refinery29.
Apa lagi, jika penindikan dilakukan oleh pihak yang kurang kompeten dan alat-alat yang tidak steril.
Praktik ini bisa saja menyebabkan tetanus, hepatitis B dan C, HIV/Aids, serta infeksi menular seksual lainnya.
Kadang, tindik di vagina bahkan menyebabkan pendarahan, luka, reaksi alergi, hingga mengganggu aliran darah di area intim ini.
Di satu sisi, menurut Elayne Angel, penindik sekaligus anggota Asosiasi Pendidik Profesional menyebut praktik tindik vagina ternyata tidak memerlukan tindakan dari dokter apabila tidak ada masalah kesehatan khusus atau masalah anatomi lainnya.
Namun, sebelum melalui serangkaian prosedur penindikan, konsultasi mendalam perlu dilakukan untuk menentukan area genital mana yang paling tepat untuk menerima tindikan.
Baca Juga: Rawat Kebersihan Vagina Pasca Melahirkan demi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan
Hal ini perlu dilakukan, sebab tindik vagina merupakan praktik yang cukup serius, sementara, anatomi vagina setiap perempuan dapat berbeda-beda.
"Tindikan di area tertentu pada vagina mungkin memberikan kenikmatan tertentu pada seseorang, tetapi bisa jadi menyebabkan hipersensitivitas dan rasa tak nyaman bagi orang lain, bahkan sebagian perempuan ada pula yang tidak memiliki jaringan untuk ditindik," jelas Elayne.
Elayne pun meyakinkan bahwa tindik vagina tidak lebih sakit dibandingkan tindikan di area tubuh lainnya.
Di Indonesia, praktik tindik vagina tampaknya masih dianggap sesuatu yang tabu dan menyimpang.
Nah, bagaimana pendapat Kawan Puan soal tren tindik vagina ini? (*)