Parapuan.co - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Center on Child Protection and Wellbeing Universitas Indonesia (PUSKAPA) berpendapat bahwa jangkauan vaksinasi bagi kelompok rentan belum berjalan efektif.
Dalam diskusi panel bertajuk "Menagih Janji Keadilan: Peluncuran Laporan Masukan Kebijakan untuk Memastikan Terjaminnya Akses Kelompok Rentan pada Vaksinasi Covid-19 di Indonesia," pada Rabu (18/08/2021), CISDI dan PUSKAPA menyampaikan beberapa hal.
Di mana hal yang disampaikan oleh CISDI dan PUSKAPA tertuang dalam laporan berjudul "Masukan Kebijakan untuk Memastikan Terjaminnya Akses Kelompok Rentan pada Vaksinasi COVID-19 di Indonesia".
Dalam laporan tersebut tertulis bahwa program kesehatan masal umumnya sering meluputkan individu dan kelompok yang tersembunyi, tersisih secara sosial, dan yang menghadapi hambatan multidimensional dalam mengakses layanan pemerintah.
Baca Juga: Kemenkes Resmi Umumkan Biaya Terbaru Tes PCR, Berikut Rinciannya
Padahal kelompok-kelompok ini justru lebih rentan untuk terinfeksi dan atau untuk sakit atau meninggal begitu terinfeksi.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah memastikan kelompok-kelompok rentan ini terlayani dalam program vaksinasi massal Covid-19.
Mengetahui adanya tantangan ini, CISDI dan PUSKAPA pun merekomendasikan beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan pemerintah.
1. Rekomendasi 1: Perluasan Cakupan Kelompok Rentan
Merujuk pada definisi kerentanan multidimensional yang digagas oleh Bappenas RI, UU 39/2012, serta panduan dari SAGE WHO dan model dari CDC, maka CISDI dan PUSKAPA mengusulkan beberapa indikator yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi subpopulasi rentan akan Covid-19.
Kelompok rentan yang dimaksud adalah individu tanpa akses terhadap layanan kesehatan, individu dengan status sosial-ekonomi rendah, individu dengan penyakit penyerta, dan kelompok demografi dengan relasi kuasa rendah seperti lansia, anak, dan perempuan.
Selain itu individu yang mengalami ketersisihan sosial, lalu penduduk dengan wilayah 3T (tertinggal, terpencil, terluar), dan individu yang tidak mampu melaksanakan praktik 5M juga tak luput dari perhatian.
2. Rekomendasi 2: kenali hambatan kelompok rentan mengakses program vaksinasi
CISDI dan PUSKAPA mengungkap ada lima hal yang menjadi hambatan program vaksinasi bagi kelompok rentan ini.
Di antaranya hambatan administrasi, hambatan finansial, hambatan infrastruktur yang mencakup ketersediaan suplai, hambatan ke akses informasi, serta hambatan sosial dan perilaku.
Perlu Kawan Puan ketahui, dalam konteks pandemi Covid-19, hambatan-hambatan ini juga seringkali tidak beroperasi sendiri tetapi saling berkaitan dan memperkuat.
Baca Juga: Tak Hanya Ibu Hamil, Vaksin Covid-19 Juga Aman untuk Ibu Menyusui
3. Rekomendasi 3: Bantu proses vaksinasi kelompok rentan tanpa NIK dengan pendekatan khusus dan upaya lebih
CISDI dan PUSKAPA berharap program vaksinasi dapat menjadi pintu masuk untuk mengidentifikasi, menjangkau, dan melayani secara aktif penduduk yang tidak memiliki NIK.
Hal ini tentu memerlukan kerja sama dan koordinasi baik antara sektor kesehatan dan sektor pendaftaran penduduk baik di tingkat nasional maupun daerah.
Secara garis besar, ada dua pendekatan teknis yang bisa dipertimbangkan.
Pertama, adalah dengan mengadakan layanan terpadu berdampingan di hari dan tempat yang sama.
Kedua, melakukan layanan berjenjang di mana petugas mencatat data dan kontak individu yang tidak punya NIK yang datang ke pos vaksinasi untuk diserahkan dan ditindaklanjuti oleh Disdukcapil atau lembaga terkait.
Baca Juga: Kemenkes Prioritaskan Vaksin Booster untuk Nakes, Perlukah Semua Orang Mendapatkan Booster?
4. Rekomendasi 4: Perkuat strategi vaksinasi melalui program penjangkauan khusus
Tren vaksinasi yang alami penurunan selama PPKM darurat harus segera diantisipasi pemerintah.
Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat hanya mengandalkan strategi vaksinasi massal sebagaimana yang tengah dilakukan saat ini.
Mengingat bahwa kelompok rentan, terutama kelompok dengan komorbid memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi dan mengalami keparahan serta fatalitas kasus bila mengikuti program vaksinasi massal.
Strategi ini tentunya perlu didukung dengan strategi penjangkauan khusus, seperti membuat sentra vaksinasi keliling guna menjangkau kelompok rentan sosial-ekonomi atau kelompok masyarakat yang terbatas aksesnya secara geografis.
Hal ini dapat dilakukan bekerja sama dengan sektor swasta penyedia telemedika dan perawatan ke rumah (home care) yang mulai digunakan untuk layanan isolasi mandiri.
5. Rekomendasi 5: Perkuat koordinasi lintas kementerian
Multidimensionalnya permasalahan vaksinasi untuk kelompok rentan membutuhkan koordinasi dan kerja sama yang kuat antar kementerian.
Luasnya cakupan kelompok rentan misalnya, membutuhkan integrasi sumber data target sasaran dari Kemensos untuk kelompok miskin, PPKS, dan lainnya, serta basis data Kemenkes yang seharusnya memiliki basis data orang dengan komorbid.
CISDI dan PUSKAPA berpendapat permasalahan NIK juga dapat dipecahkan dengan kolaborasi antara Kemenkes dan Kemendagri, atau di level sub-nasional Dinas Kesehatan dengan Dukcapil daerah.
Penguatan koordinasi lintas kementerian harus dilakukan untuk mendorong terjadinya integrasi sumber data dan layanan administrasi yang sering kali menjadi tantangan utama bagi kelompok rentan mengakses vaksin.
Baca Juga: Mengenal Vaginal Piercing, Tren Unik Menindik Area Genital yang Penuh Risiko
6. Rekomendasi 6: Batalkan pemberlakuan sanksi administratif terhadap penduduk yang belum mendapatkan vaksin
Dalam laporannya CISDI dan PUSKAPA menyatakan kebijakan mengenai insentif dan atau sanksi mengasumsikan bahwa hambatan penerimaan vaksin disebabkan murni karena ketidaktahuan, keraguan, keengganan, dan ketidakdisiplinan (demand problems).
Padahal, di tengah kelangkaan vaksin, keterbatasan infrastruktur, dan tata kelola yang terjadi saat ini menghubungkan vaksinasi Covid-19 dengan dukungan substansial.
Seperti penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, bantuan sosial layanan administrasi pemerintah, dan atau denda sangat berbahaya.
Sanksi ini berpotensi semakin mempersulit kelompok rentan yang tidak terjangkau layanan vaksinasi untuk mengakses berbagai layanan dasar. (*)