Kesetaraan Perempuan dalam Film Didorong oleh Female Gaze, Apa Itu?

Alessandra Langit - Minggu, 22 Agustus 2021
Ilustrasi penerapan female gaze atau cara pandang menurut lensa perempuan di industri film
Ilustrasi penerapan female gaze atau cara pandang menurut lensa perempuan di industri film monkeybusinessimages

Parapuan.co - Teori male gaze kini sedang menjadi pembicaraan akibat banyaknya film yang dinilai menerapkannya.

Teori yang ditulis Laura Mulvey dalam jurnal Visual Pleasure and Narrative Cinema tersebut selama bertahun-tahun telah memantik berbagai diskusi terkait penempatan perempuan dalam film.

Para feminis dan ahli teoris akhirnya melahirnya istilah baru yaitu female gaze, hak perempuan untuk mengadopsi pandangan aktif terhadap sesama perempuan dalam media.

Ingin merusak budaya dominan maskulinitas dalam media, female gaze melawan stigma feminitas yang dituntut untuk pasif.

Baca Juga: Mengenal Male Gaze, Cara Lensa Laki-Laki Memandang Perempuan dalam Film

Sama seperti male gaze, female gaze juga berlaku untuk keseluruhan konsep dalam media seperti film, karya sastra, dan iklan.

Apa yang terjadi jika pandangan perempuan memegang kendali penuh untuk mengarahkan sebuah film dan plot cerita?

Feminis dan ahli teori asal Prancis Iris Brey memberikan jawabannya dalam jurnalnya The Female Gaze: A Revolution on the Screen.

Ketika film dan cerita dibuat dari lensa perempuan, paradigma perfilman tidak lagi diatur oleh voyeurisme dan objektifikasi, yang ditujukan untuk merepresentasikan pengalaman perempuan dengan cara yang posisi subjek sebagai hasrat. 

Film dapat menapakkan kaki di tanah, sehingga akan sangat dekat dengan penonton dan relevan dengan sekitar.

Kerap kali digambarkan sebagai kelemahan, sensitivitas perempuan justru menjadi kekuatan tersendiri untuk menghidupkan cerita dalam film atau media lainnya.

Iris Bey menjelaskan bahwa kita dapat menemukan teori female gaze dalam film yang menceritakan karakter perempuan dari sudut pandangnya dan kisahnya mampu mempertanyakan tatanan patriarki.

Film juga dibangun dengan cara yang memungkinkan penonton untuk merasakan pengalaman perempuan.

Baca Juga: Viral di Twitter, Film Selesai Dikritik Bawakan Narasi Male Gaze dan Seksisme

Pengambilan gambar erotis juga harus menjadi gerakan sadar, mengingat Laura Mulvey menjelaskan bahwa lensa laki-laki adalah bentuk ketidaksadaran patriarki.

Hubungan seksual dalam film female gaze digambarkan emosional, lambang cinta kasih, dan eksplorasi gambar sebagai seni, bukan menonjolkan bagian tubuh perempuan demi memantik gairah.

Film female gaze akan menimbulkan kesenangan penonton yang tidak berasal dari dorongan objektifikasi melalui lensa laki-laki, penonton diajak ikut serta dalam perjalanan emosi lewat plot hingga gambar.

Contoh Penerapan Female Gaze

Portrait of a Lady on Fire (2019)

Film yang disutradari perempuan asal Prancis bernama Céline Sciamma ini telah memenangkan banyak penghargaan di festival film ternama. 

Mengangkat kisah seorang pelukis perempuan yang jatuh cinta, film ini terbilang sangat sensual dengan adanya hasrat dari kedua karakter utama.

Namun tidak ada gambaran yang erotis ketika kedua karakter berhubungan seksual atau mengekspresikan gairahnya.

Nafsu kepada karakter perempuan tidak digambarkan dengan pandangan yang tertuju pada tubuh perempuan dan dieksplorasi dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Hasrat dalam film ini digambarkan lewat lukisan lipatan kertas di buku yang memiliki bentuk seperti lapisan alat kelamin perempuan.

Baca Juga: Mengenal Istilah Seksisme, Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan

Sebagai penonton, kita diajak untuk fokus kepada emosi cinta antara dua karakter yang sedang dimabuk asmara dan melatih perspektif sendiri tentang hasrat.

Alih-alih menyajikan gambaran perempuan yang memantik gairah dari lawan mainnya, sutradara membiarkan penonton untuk menciptakan pendapat sendiri soal hasrat dalam cinta.

Dua Garis Biru (2019)

Film yang dibuat lewat lensa perempuan memiliki kesetaraan antara tokoh perempuan dan laki-laki. Contohnya adalah film yang disutradarai dan ditulis oleh Gina S. Noer ini.

Mengangkat kisah kesalahan pasangan kekasih, film ini tidak memberikan beban hukuman kepada perempuan. 

Walaupun harus menanggung beban kehamilan yang tidak direncanakan, karakter perempuan tetap dapat mengelola mimpinya.

Memiliki beban kesalahan yang sama, karakter laki-laki juga digambarkan harus menerima akibat yang setara dengan perempuan.

Baca Juga: Film Dua Garis Biru: Melihat Pentingnya Keterbukaan dalam Keluarga bagi Anak Remaja

Industri film kecil dan independen kini sedang berusaha untuk mendorong film female gaze di bioskop.

Salah satu cara untuk membantu mereka adalah dengan mendukung film berkualitas karya sutradara perempuan. (*)

Sumber: Jurnal The Female Gaze: A Revolution on the Screen
Penulis:
Editor: Tentry Yudvi Dian Utami