Parapuan.co - Masakan Indonesia dikenal berlimpah kombinasi berbagai jenis bumbu.
Keragaman rasa, mulai dari pedas, asin, gurih, dan manis berpadu harmonis, ditambah aroma-aroma yang begitu menggugah selera.
Tapi, rupanya masakan kaya bumbu seperti ini tidak lazim ditemukan pada budaya kuliner di Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, cita rasanya tak kalah nikmat.
Dari pengalaman yang dipetiknya, Ade Putri, seorang culinary storyteller, menyimpulkan bahwa kuliner NTT memiliki karakteristik yang khas, yaitu penggunaan bumbu yang sangat minimalis.
“Memandang dari segi rasa, sepertinya penduduk NTT sudah terbiasa dengan rasa bahan pangan yang mereka gunakan. Seperti karakter masakan dari daerah Indonesia Timur yang lain, kuliner NTT menonjolkan bahan asli, tidak memberi banyak tambahan bumbu sebagai cita rasa. Jadi, proses memasaknya simpel saja,” kata influencer yang sempat menemani Gordon Ramsay, ketika sang celebrity chef sedang bertualang rasa di Sumatra Barat.
Baca Juga: Sedang Mengalami Stres? Redakan dengan Mengonsumsi Berbagai Makanan Ini
Renata Puji Sumedi Hanggarawati, Agroecosystem Program Manager dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), menambahkan, setelah menangkap berbagai jenis ikan dari laut, masyarakat NTT tidak memberi bumbu macam-macam.
“Hanya dibakar saja, misalnya. Sehingga, rasa daging ikan laut yang manis bisa dinikmati. Itu karena ikannya segar dari laut. Atau, menu favoritnya adalah ikan kuah asam. Hanya dengan rempah jahe, lengkuas, tomat, garam, dan irisan daun jeruk, cita rasanya luar biasa,” terang Puji, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN Selasa (24/8/2021).
Puji bercerita, sumber pangan di kawasan timur Indonesia berlimpah.
Dalam tradisi Suku Lamaholot di Flores Timur juga dikenal legenda Tonu Wujo, tokoh perempuan yang rela mati dan tubuhnya terburai menjadi beragam sumber pangan, seperti ragam benih biji-bijian dan sayuran.
Pola konsumsi pangan lokal menjadi tradisi yang turun-temurun. Dari sumber karbohidrat, protein nabati, hingga protein hewani darat dan laut.
Pangan lokal tersedia di alam dan dikelola secara arif dan tetap bergizi.
Namun, seiring perkembangan teknologi dan modernisasi, kebiasaan baik itu meluntur, termasuk perubahan ke pola konsumsi instan.
“Kita perlu meyakinkan bahwa sumber pangan lokal mereka sangat bergizi dan mengajak mereka untuk kembali mengonsumsinya. Dengan demikian, para petani akan terus menanamnya.
"Selain bisa dikonsumsi sendiri, petani juga bisa mendapatkan nilai ekonomi saat menjual hasil panen. Jenis tanamannya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah dan terbukti adaptif. Tidak dipaksa harus menanam tanaman tertentu yang diperkenalkan dari luar,” katanya.
Baca Juga: Cara Seru Jaga Kesehatan Saluran Pencernaan Lewat Frozen Yoghurt Cita Rasa Nusantara
Bicara soal bahan pangan lokal, #IndonesiaBikinBangga karena jenisnya memang sangat banyak.
Setiap daerah punya bahan pangan yang khas dan unik.
Termasuk juga di NTT, kamu akan bisa menemukan 5 bahan pangan yang tak biasa ini.
Kelima bahan tersebut bisa menjadi sumber karbohidrat, sumber protein nabati, hingga sumber minuman kekinian lo, Kawan Puan.
Diantaranya ada sorgum dan jewawut sebagai sumber karbohidrat.
Sorgum merupakan bahan pangan yang dapat menggantikan beras.
Bahan pangan yang satu ini juga memiliki kelebihan bebas gluten yang baik untuk kesehatan.
Sedangkan jewawut biasa dikonsumsi sebagai snack dan dimasak menjadi bubur.
Kacang-kacangan dan daun kelor sebagai sumber protenin nabati.
NTT ternyata adalah surganya kacang-kacangan.
Masyarakat NTT terkadang mencampurkan kacang ke dalam sayuran, nasi, jagung, atau bisa juga dibuat camilan.
Baca Juga: Mengintip Tumpeng Unik Selera Padang Ala Lord Adi dan Jesselyn Masterchef Indonesia
Juga ada kopi arabika dan robusta Flores Manggarai untuk bahan pangan yang dijadikan minuman.
Kopi menjadi salah satu kekhasan di NTT.
Banyak daerah penghasil kopi di NTT, salah satunya Manggarai Flores.
Minum kopi di rumah bagi warga Manggarai Raya, Flores, sudah menjadi sebuah tradisi.
Bahkan kini ngopi juga sudah menjadi kebiasaan banyak orang hingga para anak muda di seluruh Indonesia, terlebih di kota-kota besar.
(*)