Parapuan.co - Setiap daerah pasti memiliki bahan pangan khasnya masing-masing.
Termasuk juga di wilayah timur Indonesia ini.
Nusa Tenggara Timur (NTT) tak hanya dikenal dengan bentang alamnya yang indah.
Ternyata NTT juga memiliki berbagai bahan pangan yang unik dan khas, serta memiliki banyak manfaat kesehatan.
Meski berbeda dari masakan nusantara lainnya, makanan khas NTT ini juga tak kalah nikmat.
Menurut Ade Putri, seorang culinary storyteller, menyimpulkan bahwa kuliner NTT memiliki karakteristik yang khas, yaitu penggunaan bumbu yang sangat minimalis.
Nah, di NTT ini kamu bisa menemukan 4 bahan pangan yang mungkin tak banyak diketahui.
Ini dia 4 jenis makanan atau bahan pangan khas NTT yang memiliki banyak kandungan gizi, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN Selasa (24/8/2021).
Baca Juga: Culinary Storyteller Ade Putri Ungkap Karakteristik Khas Kuliner Nusa Tenggara Timur
SUMBER KARBOHIDRAT:
Sorgum
Beberapa tahun belakangan ini sorgum sedang naik daun. Sebab, bahan pangan ini bebas gluten, sehingga bisa menjadi solusi bagi anak berkebutuhan khusus.
Ade sendiri sudah mengonsumsi sorgum selama sekitar 3 tahun. Karena tidak hobi baking, maka ia memakai sorgum sebagai pengganti nasi.
“Tekstur dan rasanya tidak jauh berbeda dibandingkan nasi dari beras. Cara dan lama memasaknya pun sama, bisa juga dengan rice cooker. Hanya takaran airnya saja yang sedikit berbeda, tapi saran takaran air biasanya dicantumkan pada kemasan.
"Aku pernah membuat kreasi bubur manado dari sorgum. Enak banget! Belum lama ini aku juga baru mencoba membuat pancake dari tepung sorgum,” kata Ade, sambil menyebutkan bahwa produk sorgum kini lazim didapat di toko bahan makanan sehat.
Ade juga senang mencampur-campur bahan. Terinspirasi dari masakan internasional yang gemar menambahkan biji-bijian, seperti barley, ia terkadang mencampur beras dan sorgum.
“Dan, orang pikir yang ia makan itu adalah barley, padahal sorgum. Bagusnya lagi, sorgum juga merupakan sumber pangan tinggi protein. Orang yang harus mengonsumsi plant base food bisa mendapatkan protein dan karbohidrat sekaligus dari sorgum,” kata Ade.
Renata Puji Sumedi Hanggarawati, Agroecosystem Program Manager dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) bercerita, di NTT terdapat banyak sekali varian sorgum yang kaya serat dan tumbuh subur di lahan kering.
Dilihat dari warna sangat beragam, ada warna putih, cokelat, kuning, merah, merah marun, hingga hitam.
Seperti juga padi, ada sorgum yang pera, pulen, dan ada yang mirip ketan.
“Keberadaan sumber pangan ini tak bisa dipisahkan dari budaya. Jika sumber pangan hilang, maka budaya akan berubah atau hilang. Misalnya, Ende punya upacara Ngoa Lolo untuk sorgum. Kalau sorgum sampai hilang, upacara itu tentu tidak ada lagi,” katanya.
Sorgum sudah terbukti baik bagi kesehatan. Menurut Puji, di rumah sakit pun pasien diberi makanan gluten free, termasuk sorgum, karena bisa menurunkan kadar gula darah.
Tak hanya dikonsumsi dalam bentuk nasi, masyarakat setempat sudah membuatnya sebagai sereal. Tepung sorgum pun mereka olah sebagai bahan kue.
Ada juga sorgum bunga yang bisa dibuat popgum, yaitu semacam popcorn.
“Bukan hanya diambil bulirnya, batang sorgum bisa dimanfaatkan menjadi gula sorgum, atau difermentasi menjadi kecap,” kata Puji.
Baca Juga: 4 Kepribadian Orang Indonesia dari Cara Makan Burger, Seperti Apa?
Jewawut
Berbeda dari sorgum, oleh masyarakat NTT jewawut tidak dikonsumsi sebagai pengganti nasi, melainkan lebih sebagai snack.
“Aku belum pernah mendapatkan jewawut di Jakarta, sehingga belum mencoba mengolah sendiri. Tapi, aku sudah pernah mencicipi jewawut di sebuah event.
"Jewawut dibuat seperti bubur jagung. Cita rasanya agak manis. Biasanya bubur jewawut ini dijadikan menu sarapan atau snack sore. Ketika dijadikan menu sarapan, dia bisa disantap begitu saja, tidak perlu ditemani lauk,” kata Ade.
Rasa jewawut sendiri sebetulnya tawar, sehingga rasa akhirnya tergantung pada cara kita memberi bumbu.
Serupa ketika membuat bubur kacang hijau dan ketan hitam.
Manisnya karena diberi gula dan gurihnya karena diberi santan.
“Seandainya mendapatkan akses untuk memperoleh jewawut, aku bisa mencoba membuatnya sebagai pengganti nasi juga. Dia kan berbentuk biji-bijian, jadi bisa dicampur dengan beras. Sehingga, ada tekstur berbeda di nasi,” tambah Ade.
Menurut Puji, bubur dari jewawut ini kerap dimanfaatkan oleh masyarakat NTT untuk memulihkan kesehatan orang yang baru melahirkan.
“Ini seperti tradisi yang diterapkan secara turun temurun. Setiap kali ada yang baru melahirkan, mereka akan membuatkan bubur jewawut, yang bentuknya seperti jali-jali,” jelas Puji.
Baca Juga: Sedang Mengalami Stres? Redakan dengan Mengonsumsi Berbagai Makanan Ini
SUMBER PROTEIN NABATI:
Kacang-kacangan
Siapa sangka bahwa NTT adalah surganya kacang.
Masyarakat NTT terkadang mencampurkan kacang ke dalam sayuran, nasi, jagung, atau bisa juga dibuat camilan, seperti kacang goreng dan kacang rebus.
Ada kacang tanah dari Sumba, kacang hijau dari Flores Timur, kacang merah pun macam-macam.
Ada kacang merah Ende, Paleo, dan Flores Timur, dengan rupa polos maupun seperti batik.
“Meski sama-sama kacang merah, tekstur tanah tempatnya ditanam akan sangat berpengaruh terhadap rasa. Jika ke Flores dan berkunjung ke pasar tradisional, Anda akan menemukan banyak sekali jenis kacang.
"Masyarakat NTT biasanya menanam sorgum dan kacang-kacangan dalam satu kebun. Jadi, meski lahannya kecil, kebutuhan karbohidrat dan protein mereka tercukupi,” ujar Puji.
Ade pernah mencicipi makanan bernama jagung bose. Meski ada jagungnya, tampilannya seperti bubur kacang.
“Isinya hanya jagung dan beberapa jenis kacang dengan tambahan sangat sedikit garam. Yang ditonjolkan adalah rasa asli dari kacang. Bentuk kacangnya masih terlihat, tapi teksturnya tidak keras, karena dimasak cukup lama.
"Aku sempat bertanya, apakah makanan ini menjadi sumber karbohidrat dan bisa disantap bersama sei (daging asap khas NTT), misalnya. Ternyata, tidak. Dia dimakan sendirian saja,” kata Ade.
Ia juga pernah menjajal kacang batik goreng. Seperti kacang tanah goreng, tapi berbeda warna dan rasa.
Jika kacang tanah berwarna cokelat muda polos, kacang batik memperlihatkan bintik-bintik merah.
Rasa kacang batik ini, menurut Ade, lebih manis daripada kacang tanah.
Tapi, bukan karena bumbu, melainkan rasa asli dari kacang batik itu sendiri.
Baca Juga: Punya Banyak Khasiat, Ini Cara Konsumsi Air Kelapa yang Tepat
Daun Kelor
Daun yang satu ini sedang happening sekali di kota besar, karena memiliki nilai gizi yang bagus.
Selain antioksidan yang sangat tinggi, kandungan vitamin C di dalamnya 7 kali lipat lebih tinggi daripada jeruk, sementara potasiumnya 15 kali lipat lebih banyak daripada pisang.
Tak mengherankan, jika manfaatnya bagi kesehatan juga sangat besar.
Puji bercerita, sudah sejak lama masyarakat NTT mengonsumsi kelor, karena di sana memang banyak sekali terdapat pohon kelor.
Menariknya, kelor dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi gizi buruk pada anak.
Angka stunting di Flores Timur cukup tinggi. Suatu hari, sebuah puskesmas berinovasi dengan memberi makanan tambahan berupa sorgum serta kelor dan sayuran lain kepada anak-anak dengan gizi buruk.
Program berdurasi 3 bulan tersebut berhasil meningkatkan berat badan anak hingga mereka tidak lagi masuk kategori gizi buruk.
“Program itu kemudian diuji coba di beberapa puskesmas lain, hingga kemudian dibuatlah kampanye solor, yaitu sorgum kelor. Ini merupakan bukti nyata bahwa ternyata pangan lokal mampu mengatasi stunting dan gizi buruk,” jelas Puji.
Ade sendiri cukup sering mengonsumsi daun kelor.
“Ibuku dulu sering memasak bobor daun kelor. Daunnya sendiri nyaris tak punya cita rasa tertentu. Dia akan mengikuti rasa yang kita ciptakan. Dibuat tumis sebetulnya bisa, walaupun tidak lazim. Yang paling sering adalah dibuat sayur bening. Dijadikan salah satu bahan urap dan pecel juga memungkinkan,” ungkap Ade.
Tapi, kenapa, ya, daun kelor baru booming sekarang?
Menurut Ade, daun kelor dipopularkan oleh orang di luar negeri.
Saat masuk toko bahan pangan sehat di luar negeri, daun kelor ini baru tersorot, sehingga kita kemudian baru ngeh.
(*)