Mengenal Bentuk Duka pada Anak yang Ditinggal Orang Tua saat Pandemi

Arintya - Minggu, 29 Agustus 2021
Bentuk duka pada anak saat ditinggal orang tua saat pandemi
Bentuk duka pada anak saat ditinggal orang tua saat pandemi JGalione

Parapuan.co – Kehilangan orang tua saat pandemi menimbulkan duka pada anak.

Duka pada anak ini tidak bisa dibiarkan karena akan berpengaruh pada tumbuh kembang mereka.

Pasalnya kehilangan orang tua secara mendadak membuat anak kalut bahkan sampai merasa tertekan.

Menurut Kompas.id, lebih dari separuh kasus kematian akibat Covid-19 terjadi pada usia produktif yaitu pada usia 46-59 tahun sebanyak 36,8 persen dan usia 31-35 tahun sebanyak 12,9 persen.

Dari angka tersebut, bisa dibayangkan bukan sebanyak apa anak-anak yang kehilangan orang tua mereka?

Kawan Puan, untuk itu kita perlu mengambil peran dalam mendukung dan menemani anak-anak di sekitar kita melewati masa duka.

Namun sebelum menemani anak-anak melewati masa duka, ada beberapa bentuk duka yang perlu kita ketahui.

Baca Juga: Belajar dari Kedekatan Deddy Corbuzier dan Anaknya Azka, Ini Ciri-Ciri Menjadi Orang Tua yang Baik

Bentuk duka pada anak yang ditinggalkan orang tua selama pandemi ini dijelaskan oleh Psikolog Dianda Azani, M.Psi. Psikolog dalam webinar "Mengenali dan Mendampingi Anak Melewati Masa Duka" yang diadakan Ceritabadi, Sabtu (29/8/2021).

Menurut Dianda, ada 4 bentuk duka pada anak yang perlu kita ketahui sebelum mendampingi mereka.

1. Shock emosi

Shock emosi bisa terjadi ketika situasi tersebut terlalu mengagetkan bagi anak. Tidak ada proses yang mendahului, tidak ada proses pada saat terjadinya, lalu ada perubahan yang luar biasa,” jelas Dianda.

Lebih lanjut Dianda menjelaskan bahwa ketika ada kabar duka dari orang tuanya, anak biasanya langsung kaget, bingung, dan freeze.

Selain itu, shock emosi juga bisa dalam bentuk lain, yaitu: menjadi lebih diam, pasif, tidak mau beraktivitas, murung, lemas serta sering melamun.

2. Perilaku regresi

Bentuk duka pada anak ini ditunjukkan dengan mundurnya perilaku anak ke usia yang sebelumnya.

Misalnya ketika anak sudah terbiasa buang air sendiri, saat ditinggal orang tuanya ia menjadi suka mengompol.

Selain itu ketika anak mengalami regresi ini, biasanya ditandai dengan hal-hal berikut: suka menggigit jari, tidur meringkuk, clingy dan selalu minta digendong.

Dari hal-hal tersebut, bisa dikatakan tingkat kemandirian anak menurun.

Bahkan bentuk duka pada anak satu ini bisa berakibat pada kemampuan akademis anak yang mundur.

Baca Juga: Bagaimana Menghadapi Duka dan Kesedihan Pasca Kepergian Orang Tua?

3. Perilaku berulang

“Perilaku berulang ini terjadi karena anak sedang memproses apa yang terjadi di pikirannya, mengingat kemampuan kognitif anak yang terbatas,” jelas Dianda.

Oleh karena keterbatasan kemampuan kognitif tersebut, anak belum begitu memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga anak bisa bertanya-tanya tentang keberadaan orang tua.

Nah perilaku berulang ini kemudian akan dilakukan anak dalam pengulangan cerita atau pertanyaan yang sama.

“Misalnya Kok Papa enggak pulang-pulang kenapa? Kan kemarin pamitnya kerja,” ujar Dianda mencontohkan.

Selain itu, bentuk perilaku berulang ini juga bisa dalam bentuk mengulang permainan yang terkahir kali dimainkan bersama orang tua hingga menonton film yang sama berulang kali.

4. Timbulnya masalah emosi dan perilaku

Masalah emosi yang ditunjukkan anak sebagai bentuk dukanya biasanya terdiri dari mengamuk, membanting barang, marah, sampai tidak mau mengikuti aturan.

Selain itu, pada bentuk duka ini, anak juga bisa menunjukkan perilaku takut ditinggal pergi.

“Jadi setelah terjadi sesuatu yang besar, kepercayaannya terguncang, semuanya berubah, maka kecemasan muncul. Siapa nih yang nanti akan mendampingi, siapa yang akan mengurus?” terang Dianda.

Karena kecemasan tersebut, Dianda menyarankan agar anak langsung segera ditemani dan sebaiknya dengan orang yang sama.

Baca Juga: 4 Tips Mengajarkan Keterampilan Mengelola Amarah pada Anak Remaja

Pasalnya jika orang yang menemani berganti-ganti, kecemasan tersebut bisa terjadi kembali pada anak.

“Sebaiknya konsisten orang yang sama, supaya kecemasannya ini bisa agak pudar,” pungkasnya.

Kawan Puan, itulah bentuk duka pada anak yang ditinggal orang tua saat pandemi.

Jadi ketika anak mengalami perubahan emosi serta perilaku karena orang tua meninggal, kita bisa segera mendampinginya agar tak merasa sendirian. (*)

Sumber: kompas.id
Penulis:
Editor: Arintya


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja