2. Penghapusan Ketentuan Tindak Pidana Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, dan Perbudakan Seksual
Naskah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi BALEG DPR RI hanya memuat 4 bentuk kekerasan seksual.
Adapun 4 bentuk tersebut yakni : 1) Pelecehan seksual (fisik dan non fisik); 2) Pemaksaan Kontrasepsi; 3) Pemaksaan Hubungan Seksual; dan 4) Eksploitasi Seksual.
Sementara pada naskah RUU PKS, masyarakat sipil merumuskan 9 bentuk kekerasan seksual.
Yaitu pelecehan Seksual, perkosaan, pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, dan Eksploitasi Seksual)
Kesembilan bentuk tersebut didasarkan pada temuan kasus kekerasan seksual yang dikumpulkan oleh forum pengada layanan dan Komnas Perempuan.
Ketiadaan pengakuan dan pengaturan ragam bentuk kekerasan seksual tersebut adalah bentuk invalidasi terhadap pengalaman korban kekerasan seksual serta pengabaian terhadap hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan.
Baca Juga: Data Pengguna e-HAC Banyak yang Bocor, Berikut Tips Melindungi Data Pribadi
3. Penghalusan Definisi Perkosaan
Pada dasarnya, segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.
Dengan kata lain, “pemaksaan hubungan seksual” yang dimaksud dalam upaya penghalusan bahasa/eufemisme kata “perkosaan” merupakan suatu sesat pikir (logical fallacy).
Penghalusan bahasa akan berdampak negatif pada pemaknaan peristiwa tersebut.
4. Kosongnya Pengaturan Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO)
Berdasarkan publikasi SAFEnet, terdapat 620 laporan kasus KBGO yang dilaporkan kepada SAFEnet selama tahun 2020. Jumlah laporan tersebut merupakan hasil
peningkatan sebesar sepuluh kali lipat dibandingkan tahun 2019.
Kosongnya pengaturan KBGO dalam draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi BALEG DPR RI merupakan langkah tidak strategis yang tidak mempertimbangkan realitas kasus KBGO dimasyarakat.