Pemerintahan Baru Afghanistan Larang Perempuan Berolahraga, Ini Alasannya

Alessandra Langit - Jumat, 10 September 2021
Ilustrasi hak perempuan Afghanistan untuk olahraga yang dilarang
Ilustrasi hak perempuan Afghanistan untuk olahraga yang dilarang Moyo Studio

Parapuan.co - Masyarakat Indonesia baru saja melewati Hari Olahraga Nasional beserta kemenangan atlet-atletnya.

Dunia juga sedang merayakan prestasi para atlet, termasuk atlet perempuan, di Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo 2020 beberapa bulan terakhir.

Sayangnya, kemeriahan perayaan olahraga tersebut tidak dapat dirasakan oleh masyarakat di Afghanistan, terutama perempuan.

Di bawah pemerintahan baru Taliban, perempuan di Afghanistan akan dilarang melakukan segala aktivitas olahraga.

Baca Juga: Kebebasan Berekspresi Terancam Dibatasi, Sutradara Perempuan Afghanistan Tulis Surat Ini

Pejabat pemerintahan Taliban secara resmi menyampaikan larangan tersebut melalui sebuah wawancara dengan SBS Australia.

Ahmadullah Wasiq, wakil kepala komisi budaya Taliban, mengatakan olahraga bagi perempuan dianggap tidak pantas dan bukan hal yang penting.

"Saya kira perempuan tidak boleh bermain olahraga karena perempuan tidak harus berolahraga," kata Wasiq, dikutip dari The Guardian.

"Dalam olahraga, mereka mungkin menghadapi situasi di mana wajah dan tubuh mereka tidak tertutup. Kami tidak mengizinkan wanita untuk dilihat seperti ini," lanjutnya.

Wasiq berpendapat bahwa di era media ini selalu akan ada foto dan video. Kemudian orang-orang dengan bebas menontonnya.

Pemerintah Afghanistan yang baru tidak mengizinkan perempuan melakukan aktivitas olahraga yang membuat mereka terekspos.

Pemerintahan baru dari Taliban yang ditarik secara eksklusif dari kelompok loyalis, secara resmi mulai bekerja pada minggu ini.

Negara akan dipimpin oleh kelompok garis keras yang mapan di semua sektor utama dan tidak ada perempuan yang berkontribusi.

Baca Juga: 4 Film yang Menceritakan Konflik di Afghanistan, Ada The Kite Runner

Ironisnya, saat pertama kali menduduki Afghanistan, Taliban telah berjanji untuk membentuk pemerintahan yang inklusif.

Departemen luar negeri Amerika Serikat menyatakan keprihatinan bahwa kabinet baru hanya mencakup laki-laki Taliban, tidak ada perempuan sama sekali.

Taliban memiliki rekam jejak tindakan kepada perempuan yang menyakitkan, tetapi pemerintah Amerika mengatakan bahwa mereka akan memantau terlebih dahulu.

Uni Eropa juga mengutuk pemerintah baru karena kurangnya peran perempuan, merasa mereka melanggar janji sebelumnya.

"Setelah analisis awal dari nama-nama yang diumumkan, itu tidak terlihat seperti formasi inklusif dan representatif dalam hal keragaman yang kaya di Afghanistan," tegas juru bicara Uni Eropa.

"Kami berharap untuk melihat apa yang Taliban janjikan selama beberapa minggu terakhir," katanya lebih lanjut.

Isu hak-hak perempuan menjadi sorotan dunia, dengan sikap terhadap olahraga perempuan dan pemerintah yang semuanya laki-laki menjadi peringatan bahaya tersendiri.

Sementara pernyataan kebijakan yang dikeluarkan untuk mengiringi pengumuman kabinet baru berusaha menghilangkan hak perempuan.

Dalam pernyataannya, tidak ada keuntungan atau hak bagi perempuan yang disebutkan.

Di hari yang sama dengan pengumuman tersebut, dewan olahraga kriket Afghanistan mengatakan mereka belum diberitahu secara resmi tentang nasib tim perempuannya.

Namun, program olahraga kriket dari dewan untuk anak perempuan langsung ditangguhkan.

Baca Juga: Shahrbanoo Sadat, Sutradara Perempuan Afghanistan Berhasil Keluar dari Konflik di Negaranya

 

Olahragawan Afghanistan telah bersembunyi di berbagai tempat sejak Taliban berkuasa di tengah penarikan pasukan asing Amerika Serikat bulan lalu.

Beberapa perempuan melaporkan ancaman kekerasan dari pejuang Taliban jika mereka ketahuan bermain olahraga.

 

Larangan olahraga untuk perempuan meningkatnya bukti bahwa sikap Taliban terhadap perempuan hampir tidak berubah sejak mereka terakhir berkuasa, meskipun ada klaim sebaliknya.

Kini, perempuan di Afganistan berharap bantuan dari pemimpin dunia untuk memastikan hak-hak mereka akan kembali diberikan sepenuhnya. (*)

Sumber: The Guardian
Penulis:
Editor: Linda Fitria