Parapuan.co – Pandemi Covid-19 berangsung-angsung membaik dan kini beberapa sekolah sudah menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Meski demikian, masih ada orang tua yang khawatir jika anaknya mengikuti PTM.
Namun, ada juga orang tua yang telah mengizinkan anaknya untuk mengikutI PTM.
Karena pandemi masih belum berakhir, anak-anak dan orang tua pun tetap harus memenuhi protokol kesehatan saat keluar rumah.
Tujuannya tidak hanya untuk menjaga diri sendiri namun orang-orang sekitar.
Begitu pun pihak sekolah yang mulai melakukan PTM.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Dimulai, Ini Tips Dekorasi Ulang Ruang Belajar Anak
Pihak sekolah juga membatasi jumlah murid dalam satu ruangan saat proses pembelajaran dengan tetap memenuhi protokol kesehatan.
Seperti press release yang diterima oleh PARAPUAN terkait webinar "Anak kembali sekolah tatap muka. Ya atau Tidak? Suatu Bahasan Psikologis" pada Sabtu (11/09/2021).
Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas harus segera dimulai, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir dua tahun Belajar Dari Rumah (BDR), mengakibatkan learning loss (hilangnya masa pembelajaran).
Belum lagi karena kurang meratanya jaringan internet.
Selain itu, pembentukan karakter anak terganggu karena stres yang dialami anak maupun orang tua.
Kemampuan bersosialisasi pada anak pun akan berkurang karena tidak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dra. Dienaryati Tjokrosuprihatono, M.Psi, Psikolog.
“Dari sisi anak, yang mengkhawatikan adalah kurangnya kesempatan untuk berinteraksi sosial dengan teman sebaya, menyebabkan mereka menjadi kurang mampu berempati, kurang melatih pengendalian emosinya, kurang berkesempatan untuk mengembangkan rasa solidaritasnya serta kurang mampu untuk menyesuaikan diri,” jelasnya.
Tak hanya itu, kondisi ini juga membuat anak menjadi lebih akrab dengan gadget mereka daripada lingkungan sosial yang sebenarnya.
“Mereka menjadi lebih akrab dengan gadget, karena gadgetlah teman mereka, bahkan sampai bisa menggantikan kehangatan orang tua,” tambahnya.
Baca Juga: Ibu Maudya Ayunda Bagikan Cerita di Balik Keputusan Menyekolahkan Anak di Sekolah Internasional
Jika PTM sudah mulai dilaksanakan tidak semua anak bisa mengikutinya, tentunya ada banyak hal yang menjadi pertimbangan orang tuanya.
Bila orang tua mengizinkan anak untuk PTM, maka ada beberapa hal yang harus dipastikan.
Antara lain, orang tua harus memastikan anak sudah mengerti tentang bahaya dan cara penularan Covid-19, serta sudah mengerti dan menarapkan protokol kesehatan.
Pastikan kesiapan sekolah untuk PTM seperti adanya komunikasi dua arah dengan guru.
Bahkan bila memungkin, orang tua bisa membantu guru untuk menjaga protokol kesehatan siswa di sekolah, terutama untuk anak PAUD/TK dan SD.
Sedangkan, jika orang tua tidak mengizinkan anak untuk melakukan PTM, maka orang tua harus menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, di mana orang tua perlu terlibat aktif dalam proses belajar.
Perlu adanya komunikasi intensif antara orang tua dan guru.
Sarankan guru untuk membuat tugas-tugas kelompok walau secara virtual, agar terjadi interaksi sosial dan kerja sama.
Selain itu, sarankan untuk mengadakan virtual playdate dengan teman-temannya di sekolah, atau bila memungkinkan adakan playdate dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, agar mereka bisa berkomunikasi.
Jika dilihat dari sisi sekolah, Puti Hamid, M.Pd, Vice Head of Curriculum Sekolah Cikal, mengatakan bahwa dalam situasi krisis seperti ini, kita semua yaitu orang tua, guru dan sekolah adalah sama-sama sebagai pembelajar.
Baca Juga: Tips Menyiapkan Anak Ikut Pembelajaran Tatap Muka yang Perlu Orang Tua Ketahui
“Kita harus bekerjasama untuk kepentingan bersama sehingga persiapan bukan hanya dari sekolah dan guru, tapi juga orangtua dan anak,” kata Puti Hamid.
Sekolah yang sudah siap untuk melaksanakan PTM harus memenuhi fasilitas dan protokol kesehatan yang sesuai dengan persyaratan kelayakan dari Kemendikbudristek.
Orang tua dan guru juga perlu berdiskusi mengenai kesepakatan tentang protokol kesehatan sedangkan anak harus mampu meregulasi diri dan bertanggung jawab.
“Untuk mengantisipasi pengajaran hybrid sejalan dengan pandemi yang mungkin akan berlangsung lama, maka perlu diadakan survey tentang mata pelajaran mana yang dirasakan lebih nyaman secara daring dan mana yang tatap muka,” tutup Puti Hamid.
PTM sendiri pun sudah dimulai dari siswa SMP dan SMA yang sudah lebih mampu menjaga prokes, dengan kapasitas 50% atau maksimum 18 siswa.
Disusul siswa tingkat SD dan kemudian PAUD/TK dengan kapasitas 33% atau maksimal 5 siswa.
(*)