Parapuan.co- Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) mengecam terjadinya kekerasan seksual dan perundungan yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Dalam rilis pernyataan sikap, pihak KOMPAKS meminta pihak yang terlibat mengusut tuntas dengan transparan kasus tersebut.
KOMPAKS melihat bahwa situasi seperti tidak memihak korban yang telah mengalami kekerasan seksual dan perundungan di KPI.
"Pasca pemberitaan yang masif terkait kasus perundungan dan kekerasan seksual, perkembangan terbaru terkait penanganan kasus ini menunjukkan situasi yang tidak berpihak pada korban," ujar KOMPAKS dalam rilis yang dikeluarkan pada Sabtu (11/9/2021).
KOMPAKS juga menyoroti pelaporan balik pihak terlapor dengan UU ITE dan upaya penyelesaian masalah yang mempertemukan korban dan pihak terlapor.
"KOMPAKS menilai korban tidak seharusnya dapat dilaporkan balik atas laporan yang akan maupun telah dibuat. Hal ini didasarkan pada Pasal 10 UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Korban juga tidak dapat dilaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik berdasarkan SKB yang diterbitkan Menteri Kominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi Pasal-pasal Tertentu dalam UU ITE, yakni tuduhan terhadap pihak terlapor harus dibuktikan terlebih dahulu dalam proses hukum," tegas pihak KOMPAKS.
Selain itu, KOMPAKS juga mengapresiasi penolakan laporan pihak terlapor oleh kepolisian.
"Kami mengapresiasi langkah kepolisian yang tegas menolak laporan pencemaran nama baik yang dituduhkan pada korban," ujar KOMPAKS.
KOMPAKS juga menambahkan bahwa selama ini banyak korban kekerasan seksual yang tidak bisa mengungkapkan kasus yang terjadi karena adanya UU ITE.
" Upaya-upaya pembungkaman suara korban dengan menggunakan UU ITE sudah terbukti merugikan korban dan berdampak pada korban-korban kekerasan lainnya yang menjadi enggan untuk mengungkap atau melaporkan kasusnya," tambahnya.
Melihat kejadian tersebut, KOMPAKS menyampaikan 3 tuntutan kepada semua pihak yang terlibat.
Berikut tuntutan-tuntutan KOMPAKS atas terjadinya kasus kekerasan seksual dan perundungan di KPI:
Baca juga: Mengenal PTSD, Trauma yang Dialami Korban Pelecehan Seksual di KPI
- Pihak kepolisian untuk terus melanjutkan proses penyidikan terhadap laporan kekerasan seksual dan perundungan yang dialami oleh korban, secara transparan dan mengutamakan perlindungan dan pemulihan korban dan keluarga korban;
- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia beserta jajarannya untuk:
● Bertanggung jawab atas kelalaiannya dengan memastikan tidak lagi terjadi kekerasan (termasuk kekerasan seksual) dalam institusinya dan menciptakan ruang kerja yang aman dengan memiliki standar prosedur operasional (SOP) lembaga mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (termasuk kekerasan seksual) yang berperspektif pada kepentingan korban;
● Memiliki keberpihakan kepada korban dengan menjamin kebutuhan, perlindungan, dan keamanan pada korban, serta memastikan korban dan keluarganya memperoleh dukungan psikososial yang memadai dan agar korban selalu didampingi oleh kuasa hukumnya selama proses hukum berlangsung;
● Libatkan pihak eksternal yang berpengalaman dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan dalam proses penanganan kasus ini oleh KPI sehingga bisa menyeimbangkan ketimpangan relasi kuasa dari pihakpihak di dalam KPI yang menjadi terduga pelaku atau pihak terlapor;
● Tidak memfasilitasi proses perdamaian di luar proses hukum yang tujuannya hanya untuk menjauhkan terlapor dari tanggung jawab hukum atas perbuatan yang dilakukannya kepada korban selama bertahun-tahun;
● Memberikan sanksi yang tegas kepada Kepala Divisi dan orang-orang yang sudah mengetahui kejadian tersebut dari laporan korban pada tahun 2019. - Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang berwenang sebagai pengawas KPI untuk memanggil Ketua KPI Pusat beserta jajarannya agar melakukan evaluasi
terhadap penanganan kasus perundungan dan kekerasan seksual di internal KPI. (*)