Parapuan.co - Kawan Puan, quarter life crisis merupakan masalah kehidupan yang dialami dewasa muda di rentang usia 25 hingga awal 30-an.
Mereka yang sedang melewati seperempat dari masa hidup ini biasanya merasakan ketidakpastian.
Ketidakpastian tersebut datang dari berbagai hal seperti jati diri, pekerjaan, pendidikan, masalah jodoh, hingga keuangan.
Krisis ini dapat memantik gangguan kesehatan mental seperti kecemasan berlebih yang bisa mengganggu kegiatan sehari-hari.
Dalam menghadapi krisis ini, kamu tidak pernah sendirian. Setiap orang pasti pernah atau mengalami perasaan seperti tersesat di kehidupan ini.
Ada banyak orang yang berbagi pengalaman mereka dalam menghadapi quarter life crisis kepada orang lain lewat buku.
Baca Juga: Quarter Life Crisis Datang Jelang Usia 30-an, Ini Cara Menghadapinya
Beberapa buku, baik yang berbahasa Indonesia atau Inggris, mengangkat tema krisis seperempat abad yang meresahkan.
Berdasarkan riset PARAPUAN, buku-buku tersebut secara keseluruhan membantu kita untuk tidak merasa sendirian, bahkan hingga menyelesaikan berbagai kegalauan.
Lebih jauhnya, yuk kita simak rekomendasi buku yang membahas isu quarter life crisis untuk membantumu menghadapi masa sulit ini.
I Am My Own Home karya Isyana Artharini
Penulis perempuan Indonesia, Isyana Artharini, mendokumentasikan kesehariannya sebagai seseorang yang berada di usia 30-an.
Isyana membahas soal pandangan masyarakat mengenai kesepian yang dirasakan perempuan dimana sering kali hal tersebut dicap sebagai kesengsaraan.
Sedangkan kesepian yang dirasakan laki-laki sering kali dicap sebagai aksi yang keren dan heroik.
Lewat buku ini, Isyana mengajak pembaca untuk menjalani hari sebagai perempuan yang sendirian di usia cukup matang dengan berbagai tuntutan dari lingkungan.
Melalui pengembaraan, esai yang dikumpulkan dalam buku ini adalah cara untuk menciptakan kembali gagasan membangun rumah dalam diri sendiri.
Filosofi Teras karya Henry Manampiring
Henry Manampiring menceritakan orang-orang yang mendambakan ketenangan dalam hidup.
Orang dewasa banyak mengalami kecemasan, kekhawatiran, dan kekecewaan dalam kehidupan sehari-harinya.
Baca Juga: Simak! 3 Tips Mengelola Quarter Life Crisis di Tengah Pandemi Covid-19
Buku ini menawarkan metode pengembangan diri yang berpusat pada pengaturan ekspektasi dibanding cara menghilangkan masalah.
Henri Manampiring menggambarkan realita krisis seperempat abad yang membuat kita menyadari bahwa masalah ini memang pasti akan dilewati semua orang.
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat karya Mark Manson
Terkadang, alasan kita menjadi cemas adalah pikiran kita sendiri yang terlalu peduli dengan pendapat atau kehidupan orang lain.
Buku ini membuka pikiran kita bahwa ada hal-hal penting yang dirasa tidak perlu dipersoalkan dalam kehidupan.
Melalui tiga metode khusus, Mark Manson mengajak pembaca untuk lebih pandai mengatur prioritas pikiran agar kecemasan akan pendapat dan urusan orang lain bisa berkurang.
Buku ini juga mengungkap makna kehidupan bagi orang-orang yang merasa sedang berada di titik terendah dalam hidup.
Adulthood is A Myth karya Sarah Andersen
Buku ini cocok untuk kamu yang cepat bosan dengan kisah yang hanya digambarkan lewat kata-kata.
Menampilkan ilustrasi menggemaskan, buku ini mengangkat masalah keseharian yang sederhana namun ternyata penting.
Buku ilustrasi Adulthood is A Myth mendokumentasikan kegiatan belanja online di akhir pekan yang indah dan ekspektasi yang tak tertahankan karena berpegangan tangan di jalan dengan seorang laki-laki.
Baca Juga: Apa Itu Quarter Life Crisis? Pengertian, Fase, dan Tanda-Tanda saat Mengalaminya
Selain itu ada kisah masalah pekerjaan yang membuat kita ingin segera pulang dan tidur seharian.
Dengan kata lain, seluruh kecanggungan kehidupan dewasa dirangkum dengan apik dalam buku ini.
Letters from Stoic karya Seneca
Letters from a Stoic merupakan kumpulan dari 124 surat yang dikirim Seneca kepada temannya Lucilius.
Buku ini membahas soal rasa cukup dalam kehidupan dan betapa pentingnya mensyukuri hidup apa adanya.
"Cukup" merupakan kebutuhan pokok untuk hidup yang terpenuhi setiap hari.
Entah itu makanan, air, tempat tinggal, dan pakaian atau kepuasan batin yang kuat.
Beberapa aliran pemikiran filosofis mengajarkan bahwa untuk "cukup" kita harus melakukan pengorbanan yang luar biasa seperti menikmati penderitaan.
Baca Juga: Quarter Life Crisis Sempat Dialami Yuki Kato, Ini Kisahnya dan Caranya Bangkit
Sebaliknya, Stoicisme mengajarkan kita untuk melihat sisi baik dari penderitaan, mencoba mengatur emosi dengan cara sederhana, dan menikmati hidup apa adanya.
Rekomendasi buku di atas dapat Kawan Puan masukkan ke daftar bacaan akhir pekan untuk membantumu menghadapi quarter life crisis. (*)