Dinilai sebagai kekerasan emosional
Siapa sangka tindakan pengabaian di tengah pertengkaran dengan segala alasannya yang membuat pasangan atau orang dekat merasa khawatir merupakan termasuk tindakan kekerasan pada perempuan.
Mirisnya, kebanyakan orang yang menjadi korban silent treatment ini tidak menyadari jika mereka telah mengalami kekerasan secara emosional.
Sementara sebagian pelaku dari silent treatment mampu bersikap cuek dengan tidak memberikan tanggapan berarti terhadap perasaan yang dimiliki korbannya.
Melansir dari Good Therapy, kebanyakan dari mereka beranggapan cara ini adalah yang terbaik karena untuk menjaga perasaan orang lain.
Padahal, tindakan pengabaian ini termasuk metode manipulatif, menghukum, bahkan seakan mampu mengontrol atas hidup orang lain.
Pada dasarnya mayoritas orang tentu akan mengatakan mereka begitu benci terhadap perlakuan diam jika dibanding dengan penghinaan atau teriakan.
Karena, dengan seseorang meluapkan bagaimana emosinya, setidaknya akan membuat orang di dekatnya tahu apa yang ada di pikiran pelaku silent treatment.
Selain itu, keheningan yang begitu dingin dalam sebuah hubungan hanya akan memperkuat perasaan rentan dan ketakutan pada korban.
Baca Juga: Ketahui 5 Kategori Kekerasan pada Anak yang Wajib Dihindari
Lebih lanjut lagi, tindakan pengabaian ini terkadang juga dikaitkan dengan individu yang memiliki ciri kepribadian narsistik.
Sebagaimana sebelumnya yang sudah dijelaskan, tindakan silent treatment termasuk perilaku kasar pada perempuan, sehingga pelaku dapat disebut sebagai abuser dan jika terjadi pada hubungan pasangan hal ini layak dinilai sebagai toxic relationship.
Pasalnya, masalah menjadi terus menumpuk dan berlarut-larut sehingga akan menciptakan toxic relationship, kurangnya keintiman, komunikasi semakin buruk, bahkan bisa berakhir dengan perpisahan. Tak jarang hal ini juga bisa berujung pada ghosting.