Parapuan.co- Kawan Puan, 100 dari 700 jurnalis perempuan di Kabul, Afghanistan masih bekerja di stasiun radio atau TV swasta pasca ibu kota diambil alih oleh pasukan Taliban.
Menurut hasil survei NGO The Center for the Protection of Afghan Women Journalists, perusahaan media di Kabul mempekerjakan 1080 perempuan, 700 orang di antaranya bekerja sebagai jurnalis.
Dilansir dari laman insider, kini hanya 76 perempuan yang bekerja, 39 di antaranya berprofesi sebagai jurnalis.
"Dengan kata lain, perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis sedang dalam proses menghilang dari ibu kota," tulis NGO tersebut dalam laporannya.
Baca juga: Sosok Penyiar TV Perempuan Pertama yang Berani Mewawancarai Taliban
Sebelumnya, dalam siaran pers yang dilakukan Taliban, mereka berjanji akan menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan hukum Islam.
Taliban berjanji akan memimpin negara Afghanistan dengan cara lebih moderat.
Namun banyak perempuan Afghanistan yang takut jika Taliban akan kembali mewujudkan aturan lamanya seperti melarang perempuan bekerja dan memberlakukan hukuman keras seperti rajam.
Ternyata "ilusi normalitas" yang ditunjukkan Taliban bagi para jurnalis perempuan hanya berlangsung beberapa hari.
Menurut data yang disampaikan Reporters Without Borders for Press Freedom (RSF), menunjukkan banyak jurnalis perempuan yang dipaksa untuk berhenti bekerja.
RSF juga menyebut jurnalis perempuan yang tampil setelah Taliban berkuasa, mengalami pelecehan dan dihentikan begitu saja.
Hal itu juga dialami oleh seorang reporter perempuan dari kantor berita independen Pajhwok, Nahid Bashardost.
Ia dipukuli oleh anggota Taliban karena memberitakan kejadian di dekat Bandara Hamid Karzai di Kabul pada 25 Agustus lalu.
Tak hanya itu, beberapa jurnalis perempuan mengatakan kepada RSF bahwa tentara Taliban telah ditempatkan di luar tempat kerja untuk menghentikan mereka melakukan pelaporan lapangan.
Baca juga: Taliban Buka Sekolah di Afghanistan untuk Laki-Laki, Perempuan Masih Dilarang
Tentara Taliban tersebut menyuruh mereka tinggal di rumah karena mereka adalah perempuan.
"Anda adalah stasiun radio milik pribadi. Anda dapat melanjutkan, tetapi tanpa suara wanita dan tanpa musik," curhat salah satu pemilik stasiun radio di Afghanistan kepada RSF.
Diketahui beberapa jurnalis perempuan telah meninggalkan Afghanistan, salah satunya Beheshta Arghand, yang membuat sejarah dengan mewawancarai perwakilan Taliban Mawlawi Abdulhaq Hemad secara langsung di stasiun TV lokal TOLO News.
Sebelumnya, pada bulan Agustus lalu, Taliban berjanji akan menghormati kebebasan pers dan bahwa perempuan akan dapat segera kembali bekerja, tetapi RSF mengatakan belum ada tindakan sesuai dengan yang dijanjikan. (*)